SOLO (voa-islam.com) - Menurut
ajaran Islam, peran ulama dalam tatanan berbangsa dan bernegara begitu
penting. Apalagi di negeri mayoritas muslim, Indonesia, ulama
mendapatkan satu kedudukan terhormat di bawah payung Majelis Ulama
Indonesia.
Alhamdulillah,
voa-islam.com berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan Prof. Dr.
dr. KH. Zainal Arifin Adnan, SpPD-KR, Ketua MUI Surakarta yang dikenal
kritis, seputar peran ulama terhadap umat dan umara (pemerintah), pada
Jum'at (1/6/2012). Berikut ini kutipan wawancaranya.
Assalamu’alaikum
ustadz, langsung saja, ustadz kan seorang guru besar kedokteran, kok
bisa jadi ketua MUI, bagaimana perjalanannya?
Ya
semua karena rahmatnya Allah dan kehendaknya yang harus kita yakini.
Jadi saya berjalan apa adanya. Memang orang tua saya mendidik saya
supaya saya taat beragama, jadi saya dititipkan di tempat nenek sampai
kelas 5 SD agar bisa ngaji tetapi setelah kelas 6 ditarik ke Solo
disekolahkan di madrasah.
Saya
tidak tahu, di madrasah saya dites lalu ditempatkan di kelas 3, setelah
itu baru 2 minggu saya dipindahkan ke kelas 5, di kelas 5 hanya satu
bulan lalu dipindahkan ke kelas 6 setelah itu ya di situ sampai lulus
madrasah ibtidaiyah.
Setelah
itu ya sudah ngaji di rumah dipanggilkan guru, itu basic agama saya.
Jadi saya merasa mendapatkan kemudahan belajar agama dari Allah,
otodidak. Saya tidak aktif di organisasi mana pun karena merasa tidak
mampu.
Setelah
itu sekolah kedokteran, sekolah kedokteran itu juga karena doa orang
tua bukan karena kepandaian, karena ibu saya menghendaki ada dari salah
satu putranya menjadi dokter. Tahun 1970 ikut tes dan Alhamdulillah
diterima sampai lulus di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Kemudian
saya menjadi pegawai negeri, diterima sebagai pendidik di Universitas
Sebelas Maret sebagai staf pendidik di Fakultas Kedokteran.
Kemudian
tahun 1985 saya mengambil spesialis penyakit dalam di fakultas
kedokteran UI. Setelah itu Allah menjalankan lagi, di usia 53 tahun saya
ngambil S3 di Unair (Universitas Airlangga) d i Surabaya,
Alhamdulillah hasilnya (desertasi, red) Cumlaude dan hasilnya bisa saya
daftarkan di HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan diterima, saya beri
nama ‘Jalur Zainal’ itu internasional.
Kemudian
saya memang aktif diangkat jadi pengurus MUI tidak mendaftar, tahun
1992. Waktu itu saya sedang tidur sore habis dari kantor, lalu ditelepon
dari MUI ada Musda waktu itu, disuruh datang. “Untuk apa?” mau
dilantik katanya. “wong saya ngga bisa apa-apa” orang-orang yang hadir
waktu itu sepakat pak Zainal dilantik sebagai ketua Komisi Dakwah.
Kemudian
saya mengikuti beberapa tahun, beberapa pergantian ketua MUI mulai
KH. Ali Darokah, KH. Ahmad Slamet, kemudian Prof. Dr. Muhammad Saleh,
lalu saya yang disuruh maju menjadi ketua MUI.
Sebenarnya
saya merasa tidak pantas dan saya anggap itu sebagai musibah karena
saya harus memikul amanah yang cukup berat. Diangkat jadi ketua MUI
kira-kira tahun 2009.
Sebagai tokoh sepuh, bagaimana perkembangan kota Solo?
Kondisi
umat Islam di sini Alhamdulillah bersatu, baik, bersama dengan umat non
muslim kondusif. Kalau ada apa-apa itu ada sesuatu dari luar dan
mengejutkan yang umat Islam Solo meyakini kalau itu rekayasa, seperti
kasus bom. Umat Islam itu meyakini itu rekayasa dan itu hak kita untuk
tidak percaya. Juga Kapunton yang dibom, saya tidak percaya itu umat
Islam.
Jadi
kota Solo sebenarnya sangat kondusif, sangat tentram. Persitiwa kemarin
itu kesalahpahaman yang berujung bentrok, kita patut apresiasi Kapolres
dan anak-anak dari laskar Hisbah yang sangat taat, dengan emosi
jihadnya dengan membawa senjata tajam tapi hampir tidak ada darah yang
tercecer, bisa kembali ke tempatnya, masjid Al Muhajirin tanpa masalah
apa pun.
Basis komunis itu sudah terkikis?
Memang
ada yang mau mengacau lewat bedah buku-bedah buku yang sangat tidak
mutu yang mau merusak kota Solo, seperti kemarin ada bedah buku tentang
Gerwani kita tolak dan Kapolres juga setuju. Kemudian Irshad Manji mau
datang juga kita tolak, jadi Alhamdulillah semua tunduk kepada amir, ketua MUI.
Apa peran dan fungsi MUI itu sendiri?
Sesuai dengan AD/ARTnya, sejalan dengan MUI pusat , kita lembaga yang bergerak dalam amar ma’ruf nahi munkar yang terdiri dari ‘ulama, zu’ama dan umara.
MUI Solo pernah mengeluarkan fatwa?
Kalau
fatwa itu kewajiban MUI pusat, kita hanya pernah membuat buku Tanggapan
terhadap Deradikalisasi yang diadakan di kota Solo.
Soal buku tanggapan deradikalisasi, bukankah ini bersebrangan dengan upaya pemerintah?
Itu
keliru, salah diagnosis salah terapi. Saya selaku dokter kalau
diagnosis salah pasti terapinya salah. Teroris kita tidak setuju sama
sekali, tapi deradikalisasi jangan dikaitk-kaitkan dengan itu dan
kebanyakan distigmakan kepada umat Islam.
Tolong
kepada aparat, kepada pemerintah, kepada Densus, tolong beri kami hak
untuk tidak percaya dan kami punya buku pegangan desertasinya Busyro
Muqoddas tentang Hegemoni Rezim Intelijen.
Fakta
menunjukkan slide-slide dari BNPT sangat menyimpang dari Islam, dia
membelokkan Islam dari Al Qur’an dari Sunnah, dia potong-potong hadits,
dia potong-potong ayat semaunya. Nah, itu yang menjadi fardhu ‘ain bagi
kita untuk meluruskan.
Bagaimana menurut ustadz adanya MUI di suatu daerah yang dulu sempat melarang ustadz Abu Bakar Ba’asyir ceramah?
Begini,
entah itu ada tekanan atau tidak, wallahu a’lam, tapi itu sangat saya
sayangkan. Kita simak dulu apa isi ceramahnya, sebab beliau pun juga
punya ijtihad, yang namanya tawashaubil haq itu sangat luar biasa, itu suatu geraka quill haq walaw kaana murron itu kan berarti beliau mendapat pahit, saya pun kadang mendapat pahit, ngga masalah.
Kadang-kadang
yang dengar pun tersinggung, kalau orang keseleo direposisi kan
sakit, diluruskan sakit, kadang njerit, kadang malah mukul, jadi saya
pakai falasafah kedokteran.
Apa pesan ustadz kepada umat, kepada ulama dan pemerintah
Kepada ulama, mari jangan berhenti-berhenti untuk dakwah; da’wah bil hal, da’wah bil lisan untuk selalu menyuarakan amar ma’ruf nahin munkar. Nah, amar ma’ruf nahi munkar
itu pasti beda, tapi yang kita pahami orang yang beda itu harus
dihormati. Kalau dihormati betul, tidak ada amar ma’ruf nahi munkar,
semua menuju kepada kerusakan.
Seperti
debat di TV katanya kita harus menghormati perbedaan, lho perbedaannya
apa dulu? Harusnya ditanya antum tahu tidak yang namanya maksiat? Lady
Gaga itu icon maksiat, antum tahu tidak maksiat? Kalau anda tahu
maksiat, lalu anda dukung maksiat, anda siapa? Kalau saya mendukung
ketaatan, definisi ketaatan itu apa? Antum mungkin mengatakan saya orang
taat, tapi kok dukung maksiat, ya tidak bisa, itu perlu diluruskan.
Kepada umat, harus sabar, doa yang paling simpel itu; allahumma baarik lanaa fiimaa razaqtanaa wa qinaa ‘adzabannaar
, ya Allah berikanlah berkah pada rizkiku, yang miskin itu juga berdoa
seperti itu sebab kemiskinan itu rizki, semoga Allah memberikan
kesabaran.
Harusnya
pejabat kita; menteri, presiden juga doanya seperti itu agar hartanya,
jabatannya, keluarganya tidak mengantarkannya ke neraka. Kenapa
korupsi itu ada? Karena tidak berkah hartanya, tidak berkah
Terakhir apa nasehat ustadz untuk pemerintah yang saat ini tidak menerapkan hukum Islam?
Dia harus ngaji, laa ikraaha fid diin, qad tabayyanar rusydu minal ghay, tidak ada paksaan dalam agama, tapi jalan yang lurus dan jalan yang sesat sudah jelas.
Jadi pemerintah harus ngaji, kalau ngundang guru jangan yang ketawa haha hihi...
takut meluruskan. Sudah ngajinya jarang, guru yang diundang keliru,
kalau guru yang diundang keliru seperti diagnosa yang keliru pasti
terapinya keliru.
Posted By : PKS Beringin DS