Assalamu'alaikum, Selamat Datang di Blog Resmi DPC PKS Beringin Deli Serdang - Provinsi Sumatera Utara. www.pks-beringin.blogspot.com. Jika ada pertanyaan dan saran harap di kirimkan ke Email DPC PKS Beringin di.. pks.beringin.deliserdang@gmail.com

Senin, 24 September 2012

Senin, 24 September 2012

Syahadah Bikin Hidup Lebih Hidup

 
 
 
Islamedia - Khalid bin Walid adalah Panglima yang memporak porandakan pasukan Muslimin di Perang Uhud. Lalu Allah akhirnya menghendakinya menjadi bagian dari kaum Muslimin. Kemarin ia adalah orang yang sangat membenci Muhammad serta membenci agama yang dibawanya, namun hari ini ia adalah orang yang sangat mencinta Muhammad saw dan agama barunya yakni Islam.

Dialah yang menghancurkan pasukan Musailamah Al-Kadzab seorang Nabi palsu yang mengaku Nabi setelah wafatnya Rasulullah saw. Dia pula yang menyelamatkan kaum Muslimin dari kepungan orang-orang kafir saat Perang Mu’tah. Dia juga yang menghancurkan pasukan Persia. Dia pulalah yang menghancurkan 240 ribu pasukan Romawi saat perang Yarmuk. Dia adalah orang yang mukhlish dimana disaat namanya kian menjulang di kawasan jazirah arab karena kemenangan yang selalu ia raih, ia dengan ikhlas dan penuh ta’zim saat harus diturunkan jabatannya dari panglima besar hanya menjadi prajurit biasa.

Salman Al-Farisi adalah seorang walikota di daerah Madain. Ia adalah walikota yang sederhana, yang tak memakan gajinya sedikitpun, ia bagikan seluruhnya untuk rakyatnya. Dan ia menghidupi keluarganya dengan menjual keranjang hasil anyamannya sendiri.

Bilal bin Rabah setiap hari ia dipanggang ditengah padang pasir yang membakar. Dicambuk dan ditindih batu besar. Tak bergeming hatinya dari aqidahnya. Tak bergerak bibirnya untuk mengatakan perintah Umayyah majikannya untuk menyebutkan berhala latta dan uzza.

Mush’ab bin Umair tangan kanannya putus karena mempertahankan bendera dan melindungi Rasulullah dari serangan musuh dalam Perang Uhud. Lalu ia mengambil dan mengibarkan bendera dengan kanan kirinya, lalu musuh kembali menebas tangan kirinya hingga putus. Mush’ab pun mengibarkan panji dengan mengapit bendera dengan kedua pangkal pahanya. Lalu musuh menombaknya hingga syahid.

Abu Dzar Al-Ghifari sebelumnya adalah seorang perampok yang paling ditakuti di Jazirah Arab. Lalu hidayah Allah datang kepadanya dan dia adalah orang ke enam yang masuk Islam dia pula orang pertama yang berani secara terang-terangan meneriakan syahadatain di tengah-tengah orang kafir Quraisy. Padahal waktu itu dakwah masih sirriyah (sembunyi-sembunyi).
Hmmm..banyak kisah dan peristiwa yang begitu menakjubkan. Keajaiban keajaiban yang ditunjukan para sahabat sungguh luar biasa. Mereka yang sebelumnya teramat membenci dakwah ini lalu berubah 180 derajat menjadi pribadi yang begitu mempesona dan mencintai dakwah ini dengan segenap jiwa. Bahkan mereka rela mengorbankan apapun untuk Allah dan Rasulnya.

Apa yang membuat mereka menjadi sehebat itu?

Syahadah…syahadah yang telah merubah warna mereka. Kepribadian mereka berubah total setelah lisannya berucap Laa Ilaaha illallah Muhammad Rasulullah..kalimat itulah yang telah menjadikan mereka diliputi penuh kemuliaan. Kisah kisah heroik dalam mempertahankan aqidah, mereka suguhkan sebagai konsekwensi setelah berikrar dengan mengucap syahadatain.

Mereka merevolusi diri mereka dengan penuh keikhlasan, tanpa beban sedikitpun. Malahan, mereka melakukannya dengan penuh cinta. Mereka rela berkorban meski harta tak bersisa, mereka siap berkorban meski harus bermusuhan dengan ibu dan keluarga tercinta, bahkan hingga nyawa meregang dengan jasadnya, siap mereka pertaruhkan untuk Allah dan Rasul-Nya.

Sungguh..mereka adalah sebaik baik generasi. Pengorbanan dan perjuangan mereka tak akan mampu ditandingi oleh siapapun.

Bagi ummat sekarang ini, syahadatain seperti tak bermakna. Ia hanya terucap dibibir tanpa membekas dihati dan tanpa terlihat pada amal. Sedangkan para sahabat mengerti benar, bahwa syahadatain yang mereka ucapkan bukanlah sebuah kalimat biasa tanpa makna. Melainkan sebuah kalimat yang teramat berat dan penuh resiko serta penuh konsekwensi yang akan mereka hadapi. Namun mereka yakin hanya dengan syahadatain lah mereka bisa bertemu Tuhannya secara langsung di syurga kelak. Hanya dengan syahadah lah mereka bisa bermanja manja kelak ditaman taman syurga yang hijau. Maka untuk meraih kenikmatan di akhirat itu, mereka tak peduli sesakit apapun perjuangan mereka di dunia. Karena pada sesungguhnya mereka sedang membangun rumah di syurga-Nya.

Mereka sadar dengan sepenuhnya bahwa syahadah yang mereka ucapkan memiliki makna begitu dalam. Mereka mengerti dan memahami keputusan mengucapkan syahadah bukan hanya sekedar pernyataan melainkan sebuah janji dan sumpah yang harus selalu mereka pegang dan tak boleh melepasnya meski sebentar saja.

1.       Al-I’lan (pernyataan)
Katakanlah (Muhammad) : “Wahai Ahli Kitab! marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami seorang Muslim”. (Ali Imron : 64)
Inilah pintu gerbang untuk memasuki bangunan Islam. Siapa saja yang ingin memasuki agama Islam yang mulia ini ia harus menyatakan keislamannya dengan mengucap syahadatain. Serta ia harus mengetahui apa konsekwensi yang ada dibelakangnya.
Kalimat ini bukan kalimat biasa, ia syarat makna dan begitu berat. Secara substansi syahadah adalah pernyataan iman kepada Allah dan Rasul-Nya, sekaligus pengukuhan Allah sebagai satu satunya Tuhan dan Rasulullah satu satunya teladan. Maka konsekwensi dari syahadah adalah menolak segala jenis tuhan tuhan yang lain.
Para sahabat mengeti benar kalimat syahadah ini. Karenanya, disiksa bagaimanapun tak akan menggoyahkan aqidah mereka.
2.       Al-Wa’du (Janji)
Dan (ingatlah) ketika Tuhan mu mengeluarkanmu dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah aku ini Tuhan mu?” mereka nebjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami) kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu), agar dihari kiamat kamu tidak mengatan, “sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” (Al-A’raf : 172)
Selain pernyataan, syahadah juga berarti perjanjian; perjanjian yang kuat. Berjanji hanya untuk meng-Esakan Allah. Berjanji untuk tidak menyembah dan meminta pertolongan selain kepada-Nya. Berjanji setia untuk senantiasa mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Serta menjauhi semua larangan-Nya dan Rasul-Nya.
Maka dari makna ini, konsekwensinya adalah, seorang muslim harus beramal, beribadah sesuai perintah-Nya. Mengikuti aturan hidup yang termaktub dalam kitab suci-Nya. Melanggar perjanjian ini berarti ia termasuk golongan munafik.
3.       Al-Qosam (Sumpah)
Katakanlah (Muhammad): “Sesungguhnya sholatku, iabadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).” (Al-An’am : 162-163)
Syahadah juga bermakna sumpah. Tentu sumpah ini lebih berat maknanya dari pernyataan dan janji. Seorang muslim secara sadar akan terikat oleh sumpah ini. Sumpah hanya untuk mentauhidkan Allah saja. Sumpah untuk menyerahkan segala hidupnya, matinya dan ibadahnya hanya untuk Allah saja. Sumpah untuk tetap mempertahankan aqidah bagaimanapun penyiksaan yang akan dihadapi. Sumpah untuk tetap istiqomah dan memperjuangkan agama ini dengan pengorbanan sebesar besarnya.

Jika seorang muslim mampu menjalankan syahadatain dengan sebenar-benarnya maka akan melahirkan sifat berani (syaja’ah), tenang (Ithmi’nan) dan Optimis (Tafa’ul). Ketiga sifat inilah yang diconrohkan para sahabat. Setelah bersyahadat, tak ada lagi rasa takut dalam jiwanya kecuali pada Allah saja. Tak ada kegelisahan dalam menghadapi mihnah (cobaan) karena mereka yakin Allah bersama mereka. Tak ada rasa pesimis dalam mencapai ridho Allah.

Para sahabat telah menunjukan dengan benar sebagai seorang muslim yang kaffah. Yang tak bergeming sedikitpun dari keyakinannya, manakala siksaan mendarat ditubuh mereka, manakala ditawarkan kedudukan, harta serta wanita cantik untuk mereka agar mereka meninggalkan keyakinannya. Meski tangan harus putus, meski tubuh harus digergaji sekalipun, meski tombak harus memecah kepala, meski badan harus terbelah dengan hunusan pedang, meski jantung harus dikeluarkan,,tak akan menggoyahkan aqidah mereka.  Yang mereka yakini kemuliaan hanyalah disisi Allah saja.

Ummat hari ini begitu memperihatinkan..dengan sebungkus mie instan saja aqidah dapat digadaikan. Ummat ini tidak bangga dengan agamanya sendiri. Banyak yang memajang foto di facebook bersama dengan seorang wanita/pria yang bukan muhrimnya. Banyak yang asal bergandengan tangan bukan dengan muhrimnya, mereka mempertontonkan akhlak yang jauh dari akhlak seorang muslim.

Ummat ini tidak tahu dan tidak mau tau apa makna sebenarnya dari sebuah syahadah. Mereka harus diluruskan. Di da’wahi oleh para da’i yang telah memahami makna syahadah ini. Ummat ini harus dibimbing agar tidak semakin terpelosok kedalam. Mereka harus diarahkan agar senantiasa mengkaji kedalaman ilmu agama ini. Mereka harus diarahkan agar sering membaca literatur sejarah agama serta pelaku pengibar bendera agama ini. Mereka harus dikenalkan kembali siapa tuhannya, siapa nabinya, apa kitab sucinya, siapa saudara-saudaranya. Mereka harus diberitahu siapa yang harus diteladani, di idolakan. Mereka harus tahu pengorbanan Rasulullah saw dan para sahabatnya yang menakjubkan.

Maka itu semua menjadi tugas kita ikhwahfillah…

Semoga Allah mempertemukan kita di syurga kelak..bersama Rasulullah, para sahabat dan para pejuang Islam lainnya…aminn..

Wallahu’alam bisshowab

Abu Rafah bin Nisan

Posted By : PKS Beringin DS

Fenomena Aliran Sesat dan Bencana Kebodohan

                                 Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA

MUNCULNYA
berbagai ajaran sesat di Indonesia sejak dulu sampai saat hari ini sangatlah meresahkan umat Islam. Berbagai ajaran sesat seperti Darul Arqam, Isa bugis, Lia Aden, Inkarus Sunnah, Ahmadiah, Syi’ah, Islam Liberal, LDII, Millatta Abraham, Laduni dan lainnya gencar menyebarkan paham sesatnya di Indonesia. Bahkan, Indonesia menjadi “lahan subur” tumbuhnya berbagai ajaran sesat tersebut. 

Kondisi ini sangat memprihatinkan kita dan menyisakan berbagai pertanyaan. Bagaimana bisa ajaran sesat menjadi “lahan subur” di Indonesia yang mayoritasnya adalah umat Islam yang berpaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah? Mengapa sebahagian umat Islam dengan mudah terpengaruh dan tertipu dengan ajaran sesat?

Jawabannya tentu beragam. Yang jelas, faktor kebodohan terhadap syariat Islam merupakan jawaban yang paling tepat.  Bila pemahaman umat terhadap syariat Islam itu baik dan benar maka mereka pasti tidak akan tertipu dengan ajaran sesat apapun. Tentu saja ajaran sesat tidak laku dan berkembang di Indonesia. Karena, pemahaman yang baik dan benar terhadap syariat Islam akan melahirkan iman yang kuat, sesuai firman Allah Subhanahu Wata’ala, “Di antara hamba-hamba-Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama (orang yang berilmu).” (QS: Fathir ayat 28). Sebaliknya, kebodohan terhadap agama akan melahirkan bencana kesesatan.

Bahaya Kebodohan
Bencana dan fitnah terbesar bagi umat ini adalah kebodohan. Sedang nikmat terbesar adalah ilmu akan al-Qur'an dan as-Sunnah sesuai pemahaman salaful ummah (pendahulu ummat).  Kebodohan akan ilmu syariat menyebabkan fitnah dan perpecahan umat. Selain itu, kebodohan merupakan sumber bencana munculnya ajaran sesat.

Banyaknya penyimpangan agama di tengah masyarakat, baik dalam persoalan akidah maupun ibadah, terjadi akibat kebodohan atau minimnya pengetahuan mereka terhadap syariat Islam. Kebodohan umat ini dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dengan cara menyebarkan racun dan virus kesesatan di tengah umat Islam.  Akibatnya, timbulah berbagai penyimpangan agama dalam persoalan  tauhid dan akidah berupa pemurtadan, ajaran sesat dan syirik. Begitu pula penyimpangan dalam ibadah berupa praktek bid’ah (mengada-adakan persoalan yang baru dalam agama tanpa ada petunjuk dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam).

Pendangkalan aqidah berupa pemurtadan dan ajaran sesat adalah target utama musuh-musuh Islam, baik dilakukan pihak luar maupun dari dalam Islam. Upaya pemurtadan gencar dilakukan oleh para misionaris dan orientalis. Dari pihak dalam, upaya penyebaran ajaran sesat dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya muslim  atau berkedok Islam dengan menyebarkan pemikiran dan pengamalan yang yang menyimpang dari syariat Islam (al-Quran dan as-Sunnah).
Mengenai upaya dan misi pemurtadan yang dilakukan oleh musuh-musuh luar Islam, jauh-jauh hari al-Quran telah memperingatkan umat Islam atas makar mereka:

“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka..” (QS: Al-Baqarah: 120).
Karenanya, bila umat Islam tidak punya ilmu yang mapan terhadap syari’at Islam, tentu akan mudah digoyahkan iman mereka dan menjadi murtad dengan penghargaan yang menggiurkan dari para misionaris berupa harta, wanita, dan jabatan/pangkat.

Kebodohan dapat mengakibatkan bencana kesesatan.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS: Luqman: 6).

Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman, “Dan sungguh, banyak yang menyesatkan orang dengan keinginannya tanpa dasar pengetahuan.” (QS: Al-An’am:119).
Oleh karena itu, Allah Subhanahu Wata’ala melarang kita untuk mengikuti sesuatu tanpa ilmu, terlebih lagi dalam persoalan akidah dan ibadah yang sudah qaht’i (baku) dan jelas. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.” (QS: Al-Isra’: 36)

Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari manusia begitu saja, akan tetapi mencabut ilmu dengan dimatikan para ulama. Jika tidak ada lagi seorang yang alim, maka orang-orang memilih pemimpin yang bodoh. Maka ketika mereka ditanya, merekapun berfatwa tanpa dasar ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Praktek syirik di tengah masyarakat terjadi akibat tidak memahami tauhid secara benar. Selama ini perbuatan syirik hanya dipahami sebatas menyembah selain Allah seperti menyembah patung, pohon, api, binatang dan sebagainya. Padahal, meminta pertolongan kepada makhluk seperti benda-benda keramat, kuburan-kuburan wali, dan lainnya, memakai ajimat dan melakukan tradisi-tradisi yang diyakini dapat memberi berkah atau menolak bala, termasuk syirik.

Allah Subhanahu Wata’ala mengecam perbuatan tersebut, “Katakan (Muhammad),“Pantaskah kamu mengambil pelindung-pelindung selain Allah, padahal mereka tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudharat bagi dirinya sendiri?” (QS: Ar-Ra’d:16).

Bahkan, Allah Subhanahu Wata’ala memvonis perbuatan tersebut sebagai kesesatan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Dia menyeru kepada selain Allah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. Itulah kesesatan yang jauh.” (QS: al-Hajj: 12).

Allah juga berfirman,“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang ia kehendaki. Dan barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali.” (QS: An-Nisa’:116).

Perbuatan syirik divonis sesat karena telah menyalahi tauhid kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Sepatutnya, pemahaman tauhid yang benar adalah hanya Allah-lah yang berhak disembah dan dimohon pertolongan, sebagaimana firman-Nya, “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS: al-Fatihah: 5). Begitu pula, meyakini hanya Allah lah yang dapat mendatang manfaat dan menolak bala.  Tidak seorangpun yang mampu mendatangkan manfaat dan menolak bala, termasuk Nabi saw. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak punya kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudharat bagi diriku kecuali apa yang dikehendaki Allah..” (QS: Al-A’raf: 188).

Begitu pula termasuk perbuatan syirik yaitu orang-orang yang mengaku dirinya mengetahui hal-hal yang ghaib seperti peramal, dukun, tukang tenung/sihir dan lainnya. Sebab, Tauhid mengajarkan hanya Allah-lah yang mengetahui persoalan yang ghaib, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala, “Katakanlah (hai Muhammad) tidak ada seorang pun yang ada di langit dan di bumi mengetahui perkara ghaib kecuali Allah saja.” (An-Naml: 65). Allah juga berfirman, “(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya.” (AQS: l-Jin: 26-27).

Selain itu, perbuatan bid’ah pun ikut merajalela di tengah masyarakat akibat tidak memahami cara ibadah yang benar yakni sesuai dengan Sunnah (petunjuk) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Padahal bid’ah temasuk dosa besar dan dikecam dalam agama, bahkan divonis sesat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam sesuai dengan sabda beliau saw, “Jauhilah oleh kamu perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah. Dan sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah kesesatan.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmizi).
 Dalam riwayat yang lain, “Seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan dalam agama, dan setiap yang diada-adakan dalam agama itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan itu masuk kedalam neraka” (HR Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah). Celakanya lagi, ibadah yang dikerjakan tanpa petunjuk Rasullah saw tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu Wata’ala, sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam,“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal ibadah yang tidak berdasarkan petunjuk kami, maka amalnya ditolak.” (HR. Muslim).

Ilmu Syar’i Penangkal Kesesatan


Obat kebodohan adalah ilmu. Untuk menangkal ajaran sesat, maka perlu ilmu (pemahaman) yang baik dan benar tentang syariat Islam dengan cara mempelajari ilmu syar’i (agama) dari para ulama sesuai dengan perintah Allah Subhanahu Wata’ala, “...Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui.” (QS: An-Nahl: 43 dan al-Anbiya: 7).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam  bersabda, “..Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi..”. (H.R. Abu Daud dan at-Tirmizi). Para Nabi tidak mewariskan harta, namun ilmu syar’i. Inilah warisan yang paling agung dan berharga di dunia ini.
Ilmu syar’i adalah ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya berupa keterangan dan petunjuk. Dengan ungkapan lain, ilmu syar’i adalah ilmu yang digunakan untuk memahami syariat Islam. Yang termasuk ilmu syar’i yaitu ilmu tauhid, akidah, fikih, ushul fiqh, maqashid as-syariah, tafsir, hadits, akhlak, bahasa Arab dan ilmu lainnya yang digunakan sebagai alat untuk memahami al-Quran dan As-Sunnah. Ilmu inilah yang wajib dipelajari oleh setiap muslim dan dipuji pemiliknya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

Mengamalkan al-Quran dan as-Sunnah adalah syarat mutlak untuk mencapai kebahagian dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Aku tinggalkan kepada kamu sekalian dua hal, jika kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu al-Quran dan Sunnah Rasul saw.” (HR. At-Tirmizi).

 Untuk memahami dan mengamalkan ajaran al-Quran dan Sunnah Rasul saw dengan benar maka diperlukan seperangkat ilmu-ilmu syariat atau ilmu-ilmu syar’i tersebut.
Ilmu syar’i berperan untuk menangkal berbagai penyimpangan dalam agama seperti ajaran sesat, syirik, bid’ah dan khurafat. Sebab, dengan ilmu syar’i kita dapat memahami syari’at Islam dengan benar sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan ilmu syar’i kita dapat bertauhid kepada Allah dengan benar dan mengetahui akidah yang benar. Begitu pula dengan ilmu syar’i kita dapat mengetahui hal-hal yang dapat membatalkan tauhid dan keimanan kita. Tanpa ilmu, seseorang akan mudah terjerumus ke dalam kesesatan.

Selain itu, dengan ilmu syar’i kita dapat beribadah dengan benar yaitu sesuai dengan sunnah (petunjuk) Rasul saw sehingga ibadah kita diterima. Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Sesungguhnya amal yang dikerjakan dengan ikhlas tapi tidak benar tidak akan diterima, begitu pula jika amal itu benar namun tidak ikhlas (juga tidak diterima). Suatu amal baru akan diterima bila dikerjakan dengan ikhlas dan benar. Ikhlas itu berarti mengerjakan suatu amal hanya  karena Allah, dan benar itu berarti sesuai dengan Sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi Wassalam.”

Bahkan, untuk berdakwah sekalipun kita wajib berilmu. Berdakwah tanpa ilmu sama saja menebar kesesatan di tengah masyarakat. Maka, ilmu syar’i menjadi syarat  utama bagi seorang da’i untuk berdakwah agar dakwahnya benar dan diterima, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala, “Katakanlah, inilah jalanku yang lurus, aku mengajak menusia kepada Allah atas dasar ilmu yang aku lakukan beserta pengikutku...” (QS: Yusuf: 108).

Oleh karena itu, kebutuhan manusia terhadap ilmu syar’i sangat mendesak, sama halnya seperti kebutuhan manusia terhadap makanan dan minuman. Tanpa makan dan minum, manusia tidak dapat hidup. Begitu pula dengan ilmu syar’i. Tanpa ilmu syar’i manusia tidak dapat membedakan mana yang benar dan yang salah, yang petunjuk dan yang sesat serta yang diperintah dan yang dilarang. Maka, ilmu itu adalah cahaya. Maknanya, ilmu itu petunjuk dan penerang hidup manusia, baik urusan dunia maupun akhirat, agar tidak tersesat.

Penulis adalah Dosen Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry, kandidat doktor (Ph.D) Fiqh dan & Ushul Fiqh, International Islamic University Malaysia (IIUM)

Sumber : Hidayatullah.com

Posted By : PKS Beringin DS 

Turki dan Mesir Gagas Terbentuknya "Timur Tengah Baru"







Menlu Turki, Ahmad Daud Oglo mengatakan, bahwa dalam waktu dekat ini dunia akan melihat terbentuknya "Organisasi Kerjasama Strategis Tingkat Tinggi" antara Mesir dan Turki, tujuannya tidak lain adalah untuk mempererat hubungan antara Turki dan Mesir.

Hal ini disampaikan oleh Oglo dalam jumpa pers yang ia adakan usai bertemu dengan PM. Mesir, Hisam Qandil di Kairo, Senin (17/9) kemarin.
Oglo menjelaskan lebih lanjut bahwa organisasi ini akan mempererat hubungan strategis dalam berbagai bidang, seperti politik, militer dan ekonomi.

Kedepan menurut Oglo, untuk merealisasikan ini semua, Turki akan mendatangkan PM. Turki, Rajab Thayyib Erdogan dan para bisnismen Turki yang jumlahnya lebih dari 100 orang ke Kairo.
Ia kemudian menegaskan, bahwa kerjasama antara Turki dan Mesir ini nantinya akan membentuk wilayah baru dengan apa yang disebut sebagai "Timur Tengah Baru".
Pemerintah Turki pada pertengahan Oktober nanti dikabarkan akan mengundang Presiden Mesir, Muhammad Mursi untuk melakukan kunjungan balasan ke Ankara, Turki.
Menteri luar negeri Turki ini kemudian mengatakan bahwa pemerintahnya telah menyediakan pinjaman untuk Mesir sebesar $ 2 miliar dalam rangka membangun kepercayaan dalam perekonomian Mesir.

Sedangkan dari pihak Mesir, PM. Mesir dengan 12 menterinya dalam waktu dekat ini akan melakukan kunjungan ke Turki guna bertukar pengalaman dan melakukan berbagai kesepakatan untuk menyukseskan kerjasama dan mempererat hubungan kedua negara. (islamtoday)

Posted By: PKS Beringin DS

Banyak Pihak Khawatir Jika PKS Menang

 
 Islamedia - Ketua Departemen Riset dan Perkembangan DPP PKS Dono Pratomo mengatakan banyak pihak yang khawatir jika PKS menang. Oleh karena itu mereka menginginkan PKS turun perolehan suaranya. Hal ini dikatakannya ketika memberikan materi pada acara Workshop Nasional Pemenangan Pemilu 2014 yang diadakan oleh DPW PKS Kepulauan Riau.

" Banyak pihak khawatir jika PKS Menang. Untuk itu mereka berupaya agar perolehan suara PKS menurun," ujarnya di Hotel The Hills Batam, Sabtu (22/9).

Menurut dia kader-kader PKS harus bersyukur terhadap nikmat yang telah banyak Allah berikan. Tahun 2009 Allah berikan nikmat dengan memperoleh suara di DPR kemudian disyukuri sehingga Allah tambah lagi nikmatnya dengan perolehan suara yang terus meningkat di tahun 2004 dan 2009.

" Jika saat ini ada dekonstruksi terhadap partai-partai Islam terutama PKS untuk itu PKS tidak perlu gentar. Maju terus pantang mundur," ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa kader-kader PKS harus serius mendukung kader terbaik PKS untuk maju sebagai calon Presiden yang akan datang.

" Bukan saatnya lagi kita (PKS-red) sebagai partai yang sudah menetapkan tiga besar malu-malu untuk mengatakan bahwa kita punya capres dari kader inti kita," katanya.

Dia mengatakan kalau Partai Gerindra saja yang bukan tiga besar dan empat besar bukan dari sekarang tapi sejak dulu sudah mengajukan Prabowo sebagai calon presidennya.

" Kalau namanya Fadjroel Rahman yang tidak punya partai saja serius untuk mecapreskan diri, apalagi PKS," ujarnya.

Menurut dia, ketika PKS telah menetapkan visi sebagai sebuah partai yang kokoh, maka sudah saatnya PKS siap untuk memimpin bangsa ini.

Sebelumnya Agung Yulianto Ketua Departemen Inthikhobi (Pemenangan Pemilu) Wilayah Dakwah Sumatera mengatakan bahwa PKS pernah menjadi barometer pada pemilu 2004. Saat ini perubahan berjalan begitu cepat.



" Kita lihat Nokia yang sudah merosot karena karyawan-karyawannya dilarang pake produk lain selain Nokia sehingga mereka tidak mengetahui perkembangan," ujarnya.

Oleh karena itu tambah Agung kader-kader PKS jangan kehilangan aktifitas, inovasi dalam memahami lingkungan.

" Kader PKS harus dinamis, kreatifitas harus luar biasa. Kreatitas jadi hal penting untuk kita maju," katanya.

Dia mengatakan kader PKS harus memiliki "passion". "passion" PKS adalah bekerja dan bekerja hingga Allah memberikan kemenangan.

" PKS membutuhkan "passion". "passion" kita adalah bekerja saja dan nanti Allah akan berikan kemenangan. Era kekerasan akan berakhir. Kita lihat Husni Mubarok di Mesir telah tumbang," katanya.
Sumber : Islamedia
 
 
Posted By : PKS Beringin DS

Koran ABC Spanyol: Islam Sudah Menguasai Setengah Dunia




Koran harian ABC terbitan Spanyol memberitakan, bahwa gelombang kemarahan yang meledak di dunia Arab dan negari-negari muslim menunjukkan bahwa Islam telah menyebar menguasai sebagian besar wilayah dunia.

Dalam situsnya, ABC menaikkan tulisan berjudul "Umat Islam sudah menguasai setengah dunia.". Dijelaskan dalam artikel tersebut, bagaimana dunia saat ini menyaksikan gelombang protes terhadap film buatan Amerika-Israel yang menghina Rasulullah Saw. dan Islam.
Aksi protes yang merata ini mengabarkan kepada dunia bagaimana penyebaran umat Islam sudah sangat luas. Dan ini diperkirakan dapat membuat Islamophobia menjadi meningkat di beberapa negara barat dikarenakan ketakutan meluasnya penyebaran Islam.

Dijelaskan pula dalam artikel tersebut bahwa kunjungan Paus Benedektus XVI ke Lebanon ternyata tidak memberikan efek apapun terhadap gelombang protes terhadap film kontroversial itu di Timur Tengah. Paus datang ke Lebanon dalam rangka kampanye tentang pentingnya hidup damai antara umat Kristiani dan Muslim. (alamatonline)

Posted By : PKS Beringin DS

Pertama di Norwegia; Muslimah Diangkat Menjadi Menteri










Perdana Menteri. Norwegia, Jens Stoltenberg baru-baru ini menunjuk seorang muslimah asli Pakistan untuk menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, dan ia menjadi menteri muslim pertama yang pernah ada di Norwegia. Sabtu (22/9).
Situs berita berbahasa Arab, "As-syuruq" memberitakan, bahwa Stoltenberg menunjuk Hadijah Tajik, seorang muslimah asal Pakistan yang baru berusia 29 tahun sebagai Menteri Kebudayaan Norwegia.

Ia menjadi menteri termuda dalam kabinet dan menteri pertama yang beragama Islam di negeri Skandinavia itu. Hadijah Tajik dikenal sebagai sosok wanita yang sudah lama aral melintang di dunia media informasi, hingga kemudian dirinya diangkat sebagai penasehat urusan krisis sosial di kementerian Tenaga Kerja Norwegia.

Pengangkatan ini menjadi hal yang luar biasa karena umat Islam di negara-negara Eropa selama ini kerap melakukan penindasan perbedaan etnis, terutama dari mereka yang berasal dari kelompok radikal kanan, yang kerap melakukan penyerangan terhadap umat Islam, menentang kedatangan imigran Islam ke negara-negara di Eropa, memperkecil ruang gerak mereka dan melarang para da'i untuk mendakwahkan Islam. Kelompok radikal ini juga keras dalam melarang muslimah untuk mengenakan jilbab dan cadar, bahkan hingga larangan adzan dan berbagai upaya lainnya yang terus menekan ruang gerak umat Islam. (islammemo)

Posted By : PKS Beringin DS

Selasa, 18 September 2012

Selasa, 18 September 2012

Meruqyah Dengan Cara Membacakan Al Quran Ke Air

 
Assalamu ‘Alaikum, mau Tanya, apakah kalau saya membaca Al Quran ke air putih, lalu air itu untuk diminumkan ke nenek saya yang sakit, bolehkah? (085251908xxx)



Jawaban:
Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:
Contoh seperti yang ditanyakan ini, dibolehkan menurut jumhur (mayoritas) ulama, sejak zaman sahabat seperti Ibnu Abbas, Abu Qilabah, hingga tabi’in seperti Mujahid. Ada pun Ibrahim An Nakha’i memakruhkannya. Tetapi meruqyah dengan cara membaca adalah lebih afdhal, sebab itulah yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabatnya.
Berikut fatwa-fatwa para imam kaum muslimin:
1. Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma
Beliau adalah sahabat nabi yang dijuluki Hibrul Ummah, tintanya umat ini, karena kecerdasan dan keluasan ilmunya. Beliau mengatakan:
إذا عسر على المرأة ولدها تكتب هاتين الآيتين والكلمتين في صحيفة ثم تغسل وتسقى منها، وهي: بسم الله الرحمن الرحيم لا إله إلا الله العظيم الحليم الكريم، سبحان الله رب السموات ورب الارض ورب العرش العظيم ” كأنهم يوم يرونها لم يلبثوا إلا عشية أو ضحاها ” [ النازعات: 46 ]. ” كأنهم يوم يرون ما يوعدون لم يلبثوا إلا ساعة من نهار بلاغ فهل يهلك إلا القوم الفاسقون ”
“Jika seorang wnaita kesulitan ketika melahirkan, maka Anda tulis dua ayat berikut secara lengkap di lembaran, kemudian masukkan ke dalam air dan kucurkan kepada dia, yaitu kalimat: Laa Ilaha Illallah Al Halimul Karim Subhanallahi Rabbil ‘Arsyil ‘Azhim Al Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin. (Tiada Ilah Kecuali Allah yang Maha Mulia, Maha Suci Allah Rabbnya Arsy Yang Agung, Segala Puji Bagi Allah Rabb Semesta Alam)
Ka’annahum yauma yaraunaha lam yalbatsu illa ‘asyiyyatan aw dhuhaha. (pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia), melainkan sebentar saja di waktu sore atau pagi. QS. An Nazi’at (79): 46)
Ka’annahum yauma yarauna maa yu’aduna lam yalbatsuu illa saa’atan min naharin balaagh. (Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup. QS. Al Ahqaf (46): 35) (Imam Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkamil Quran, 16/222. Dar Ihya’ At Turats)
2. Imam Ibnu taimiyah Rahimahullah
Beliau mengatakan sebagai berikut :
فَصْلٌ وَيَجُوزُ أَنْ يَكْتُبَ لِلْمُصَابِ وَغَيْرِهِ مِنْ الْمَرْضَى شَيْئًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَذِكْرُهُ بِالْمِدَادِ الْمُبَاحِ وَيُغْسَلُ وَيُسْقَى كَمَا نَصَّ عَلَى ذَلِكَ أَحْمَد وَغَيْرُهُ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَد : قَرَأْت عَلَى أَبِي ثِنَا يَعْلَى بْنُ عُبَيْدٍ ؛ ثِنَا سُفْيَانُ ؛ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ الْحَكَمِ ؛ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ ؛ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : إذَا عَسِرَ عَلَى الْمَرْأَةِ وِلَادَتُهَا فَلْيَكْتُبْ : بِسْمِ اللَّهِ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ { كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا } { كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ } . قَالَ أَبِي : ثِنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ بِإِسْنَادِهِ بِمَعْنَاهُ وَقَالَ : يُكْتَبُ فِي إنَاءٍ نَظِيفٍ فَيُسْقَى قَالَ أَبِي : وَزَادَ فِيهِ وَكِيعٌ فَتُسْقَى وَيُنْضَحُ مَا دُونَ سُرَّتِهَا قَالَ عَبْدُ اللَّهِ : رَأَيْت أَبِي يَكْتُبُ لِلْمَرْأَةِ فِي جَامٍ أَوْ شَيْءٍ نَظِيفٍ . وَقَالَ أَبُو عَمْرٍو مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَد بْنِ حَمْدَانَ الحيري : أَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ النسوي ؛ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَد بْنِ شبوية ؛ ثِنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ شَقِيقٍ ؛ ثِنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ ؛ عَنْ سُفْيَانَ ؛ عَنْ ابْنِ أَبِي لَيْلَى ؛ عَنْ الْحَكَمِ ؛ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ ؛ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : إذَا عَسِرَ عَلَى الْمَرْأَةِ وِلَادُهَا فَلْيَكْتُبْ : بِسْمِ اللَّهِ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ ؛ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ؛ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ { كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا } { كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ } . قَالَ عَلِيٌّ : يُكْتَبُ فِي كاغدة فَيُعَلَّقُ عَلَى عَضُدِ الْمَرْأَةِ قَالَ عَلِيٌّ : وَقَدْ جَرَّبْنَاهُ فَلَمْ نَرَ شَيْئًا أَعْجَبَ مِنْهُ فَإِذَا وَضَعَتْ تُحِلُّهُ سَرِيعًا ثُمَّ تَجْعَلُهُ فِي خِرْقَةٍ أَوْ تُحْرِقُهُ
“Dibolehkan bagi orang yang sakit atau tertimpa lainnya, untuk dituliskan baginya sesuatu yang berasal dari Kitabullah dan Dzikrullah dengan menggunakan tinta yang dibolehkan (suci) kemudian dibasuhkan tulisan tersebut, lalu airnya diminumkan kepada si sakit, sebagaimana hal ini telah ditulis (dinashkan) oleh Imam Ahmad dan lainnya.
Abdullah bin Ahmad berkata; Aku membaca di depan bapakku: telah bercerita kepada kami Ya’la bin ‘Ubaid telah bercerita kepada kami Sufyan, dari Muh. bin Abi Laila, dari Hakam, dari Said bin Jubeir dari Ibnu Abbas ia berkata: “Jika seorang ibu sulit melahirkan maka tulislah …
بِسْمِ اللَّهِ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Dengan nama Allah, Tidak ada Ilah selain Dia, Yang Maha Mulia, Maha Suci Allah Rabbnya ‘Arys yang Agung, segala puji bagi Allah Rabba semesta alam.”
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
“Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (QS. An Naziat (79):46)
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
“Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (inilah) suatu pelajaran yang cukup, Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.” (QS. Al Ahqaf (46): 35)
Bapakku berkata: Telah meceritakan kepadaku Aswad bin ‘Amir dengan sandnya dan dengan maknanya dan dia berkata: Ditulis di dalam bejana yang bersih kemudian diminum. Bapakku berkata: Waki’ menambahkannya: Diminum dan dipercikkan kecuali pusernya (ibu yang melahirkan), Abdullah berkata: Aku melihat bapakku menulis di gelas atau sesuatu yang bersih untyuk seorang ibu (yang sulit melahirkan).
Abu Amr Muham mad bin Ahmad bin Hamdan Al Hiri berkata: Telah mengabarkan kepada kami Al Hasan bin Sufyan An Nasawi, telah bercerita kepadaku Abdullah bin Ahmad bin Syibawaih telah bercerita kepadaku Ali bin Hasan bin Syaqiq, telah bercerita kjepadaku Abdullah bin Mubarak, dari Sufyan dari ibnu Abi Laila, dari Al hakam, dari Said bin Jubeir, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Jika seorang wanita sulit melahirkan maka tulislah:
(lalu disebutkan ayat-ayat seperti di atas)
Ali berkata: ditulis di atas kertas kemudian digantungkan pada anggota badan wanita (yang susah melahirkan). Ali berkata: Dan sungguh kami telah mencobanya, maka tidaklah kami melihat sesuatu yang lebih menakjubkan (hasilnya) dari padanya maka jika wanita tadi sudah melahirkan maka segeralah lepaskan, kemudian setelah itu sobeklah atau bakarlah.”
(Demikian fatwa Imam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa, 4/187. Maktabah Syamilah)
3. Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah
Beliau menyebutkan beberapa riwayat dari kaum salaf (terdahulu) kebolehan membaca atas menuliskan ayat Al Quran pada wadah lalu airnya dipercikkan kepada orang sakit. Berikut ini ucapannya:
قَالَ الْخَلّالُ حَدّثَنِي عَبْدُ اللّهِ بْنُ أَحْمَدَ : قَالَ رَأَيْتُ أَبِي يَكْتُبُ لِلْمَرْأَةِ إذَا عَسُرَ عَلَيْهَا وِلَادَتُهَا فِي جَامٍ أَبْيَضَ أَوْ شَيْءٍ نَظِيفٍ يَكْتُبُ حَدِيثَ ابْنِ عَبّاسٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ لَا إلَهَ إلّا اللّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللّهِ رَبّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبّ الْعَالَمِينَ { كَأَنّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ } [ الْأَحْقَافُ 35 ] { كَأَنّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلّا عَشِيّةً أَوْ ضُحَاهَا } [ النّازِعَاتُ 46 ] . قَالَ الْخَلّالُ أَنْبَأَنَا أَبُو بَكْرٍ الْمَرْوَزِيّ أَنّ أَبَا عَبْدِ اللّهِ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا عَبْدِ اللّهِ تَكْتُبُ لِامْرَأَةٍ قَدْ عَسُرَ عَلَيْهَا وَلَدُهَا مُنْذُ يَوْمَيْنِ ؟ فَقَالَ قُلْ لَهُ يَجِيءُ بِجَامٍ وَاسِعٍ وَزَعْفَرَانٍ وَرَأَيْتُهُ يَكْتُبُ لِغَيْرِ وَاحِدٍ
“Berkata Al Khalal: berkata kepadaku Abdullah bin Ahmad, katanya: Aku melihat ayahku menulis untuk wanita yang sulit melahirkan di sebuah wadah putih atau sesuatu yang bersih, dia menulis hadits Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu:
Laa Ilaha Illallah Al Halimul Karim Subhanallahi Rabbil ‘Arsyil ‘Azhim Al Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin. (Tiada Ilah Kecuali Allah yang Maha Mulia, Maha Suci Allah Rabbnya Arsy Yang Agung, Segala Puji Bagi Allah Rabb Semesta Alam)
Ka’annahum yauma yarauna maa yu’aduna lam yalbatsuu illa saa’atan min naharin balaagh. (Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup. QS. Al Ahqaf (46): 35)
Ka’annahum yauma yaraunaha lam yalbatsu illa ‘asyiyyatan aw dhuhaha. (pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia), melainkan sebentar saja di waktu sore atau pagi. QS. An Nazi’at (79): 46)
Al Khalal mengatakan: mengabarkan kepadaku Abu Bakar Al Marwazi, bahwa ada seseorang datang kepada Abu Abdullah (Imam Ahmad), dan berkata: “Wahai Abu Abdullah, kau menulis untuk wanita yang kesulitan melahirkan sejak dua hari yang lalu?” Dia menjawab: : “Katakan baginya, datanglah dengan wadah yang lebar dan minyak za’faran. “ Aku melihat dia menulis untuk lebih dari satu orang. (Zaadul Ma’ad, 4/357. Muasasah Ar Risalah)
Beliau juga mengatakan:
وَرَخّصَ جَمَاعَةٌ مِنْ السّلَفِ فِي كِتَابَةِ بَعْضِ الْقُرْآنِ وَشُرْبِهِ وَجَعَلَ ذَلِكَ مِنْ الشّفَاءِ الّذِي جَعَلَ اللّه فِيهِ . كِتَابٌ آخَرُ لِذَلِكَ يُكْتَبُ فِي إنَاءٍ نَظِيفٍ { إِذَا السّمَاءُ انْشَقّتْ وَأَذِنَتْ لِرَبّهَا وَحُقّتْ وَإِذَا الْأَرْضُ مُدّتْ وَأَلْقَتْ مَا فِيهَا وَتَخَلّتْ } [ الِانْشِقَاقُ 41 ] وَتَشْرَبُ مِنْهُ الْحَامِلُ وَيُرَشّ عَلَى بَطْنِهَا .
“Segolongan kaum salaf memberikan keringanan dalam hal menuliskan sebagian dari ayat Al Quran dan meminumnya, dan menjadikannya sebagai obat yang Allah jadikan padanya. Untuk itu, dituliskan di bejana yang bersih:
“Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh, dan apabila bumi diratakan, dan dilemparkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong.” (QS. Al Insyiqaq (84): 1-4)
Lalu diminumkan kepada orang hamil dan diusapkan ke perutnya. (Ibid, 4/358)
4. Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiah wal Ifta
Fatwa ini ditanda tangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Abdullah bin Sulaiman bin Mani’, Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi, dan Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Ghudyan.
السؤال الثاني من الفتوى رقم (143):
س : إذا طلب رجل به ألم رقى، وكتب له بعض آيات قرآنية، وقال الراقي: ضعها في ماء واشربها فهل يجوز أم لا؟
ج : سبق أن صدر من دار الإفتاء جواب عن سؤال مماثل لهذا السؤال هذا نصه: كتابة شيء من القرآن في جام أو ورقة وغسله وشربه يجوز؛ لعموم قوله تعالى: { وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ } فالقرآن شفاء للقلوب والأبدان، ولما رواه الحاكم في [المستدرك] وابن ماجه في [السنن] عن ابن مسعود رضي الله عنه: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: « عليكم بالشفاءين العسل والقرآن » وما رواه ابن ماجه ، عن علي رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: « خير الدواء القرآن » وروى ابن السني عن ابن عباس رضي الله عنهما: (إذا عسر على المرأة ولادتها خذ إناءً نظيفًا فاكتب عليه) { كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ } الآية ، و { كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا } الآية ، و { لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ } الآية ، ثم يغسله وتسقى المرأة منه وتنضح على بطنها وفي وجهها).
Pertanyaan kedua, fatwa No. 143:
“Jika seorang laki-laki yang meminta diruqyah sakitnya, dia dituliskan untuknya sebagian ayat-ayat Al Quran, dan si peruqyah berkata: “letakkan ini di air dan minumlah airnya,” bolehkah atau tidak?”
Jawab:
Dahulu pernah dijawab oleh Darul Ifta pertanyaan semisal , sebagai berikut: Tulisan sebagian ayat Al Quran pada wadah, atau lembaran, lalu dibasuhkannya air tersebut atau meminumnya, adalah boleh. Sesuai keumuman ayat: “dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Isra (17): 82). Al Quran adalah obat bagi hati dan badan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak dan Ibnu Majah dalam Sunannya, dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Hendaklah kalian berobat dengan madu dan Al Quran.” Dan juga yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ali Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sebaik-baiknya obat adalah Al Quran.” Juga diriwayatkan oleh Ibnu As Sunni dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma: “Jika seorang wanita kesulitan melahirkan, ambil-lah wadah bersih dan tulis di atasnya: Ka’annahum yauma yaraunaha maa yu’adun. (Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka. QS. Al Ahqaf (46): 35), juga ayat: Ka’annahum yauma yaraunaha lam yalbatsu (pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia). QS. An Nazi’at (79): 46), juga ayat: Laqad kaana fi qashashihim ‘ibratul li ulil albab (Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. QS. Yusuf (12): 111). Lalu dimandikan dan dikucurkan kewanita itu, dan dipercikkan ke perutnya dan wajahnya. (Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiah wal Ifta, 1/245. Tahqiq: Ahmad bin Abdurraziq Ad Duwaisy)
Ulama lain yang menyatakan kebolehannya adalah
- Imam Abdul Hamid Asy Syarwani dan Imam Ibnul Qasim Al ‘Ibadi, Al Hawasyi, 7/34. Mawqi’ Ya’sub
- Imam Ibnu Hajar Al Haitami A Makki, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj 27/456. Mawqi’ Islam.
- Imam Muhammad Al Khathib Asy Syarbini, Mughni Muhtaj Ila MA’rifatil Alfazh Al Minhaj, 11/132. Mawqi’ Al Islam.
- Imam Sulaiman bin ‘Umar bin Muhammad Al Bujairami, Hasyiyah ‘Alal Minhaj, 11/180.
Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Alihi wa Shahbihi ajmain.
Demikian.
 Wallahu A’lam

Sumber : http://www.ustadzfarid.com

Posted By : PKS Beringin DS

Film Anti-Islam dan Perlawanan Cerdas Kaum Muslim

Oleh: Aditya Abdurrahman

BEREDARNYA film “Innocence of Muslims” menjadi bukti bahwa dari tahun ke tahun, Barat tidak pernah takut menghina dan melecehkan Islam. Meskipun umat Islam akhirnya bergejolak, memprotes dan melawan pihak yang bertanggungjawab terhadap perilisan film tersebut, tetap saja aksi-aksi itu tidak memberikan dampak besar terhadap counter perang pemikiran yang dilakukan Barat.
Malah jika respon yang dilakukan umat Islam tidak cerdas, justru akan memperburuk citra Islam di mata dunia. Menguatkan persepsi bahwa memang benar Islam itu agama yang sadis, jahat, dan tidak berprikemanusiaan.
Dalam upaya melancarkan serangan ghazwul fikri, Barat tidak pernah melupakan media film sebagai alat untuk mencitrakan buruk Islam. Dahulu di Belanda, film Fitna yang disutradarai oleh Geert Wilder tahun 2008-an juga sempat memicu kecaman diberbagai penjuru dunia. Di sana Wilder hanya butuh 17 menit saja untuk memutar balik ayat Al-Quran dengan merepresentasikan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan, teror, anti-semitisme, dan sadis terhadap perempuan. Respon umat Islam ketika juga sama: demonstrasi dimana-mana untuk mengecam beredarnya film Fitna yang memfitnah umat Islam.
Reaksioner umat Islam
Reaksi umat Islam terhadap film-film yang menghina Islam selama ini selalu ditunjukkan dengan menggalang aksi protes diberbagai penjuru dunia yang mayoritas muslim. Bahkan baru-baru ini aksi protes di Libya dan Mesir sampai merenggut korban jiwa. Di Yaman, protes umat Islam dilakukan dengan cara membakar bendera Amerika, menghancurkan kedutaan Amerika dengan melempari batu dan membakar lima mobil yang menerobos gerbang utama komplek kedutaan.
Memang sebagai seorang Muslim tidak boleh diam begitu saja melihat musuh-musuh Islam leluasa melecehkan Rasulullah Saw dan syariat yang dibawanya. Bahkan jika ada seorang muslim yang diam saja melihat agamanya diinjak-injak oleh musuh, berarti perlu dipertanyakan kembali tentang keimanan orang tersebut. Dalam kata lain, pemahaman prinsip al-wala’ wal bara’-nya telah cacat. Maka bereaksi MARAH adalah sebuah kewajiban bagi siapapun yang mengaku sebagai Muslim.
Namun, reaksi marah yang bagaimanakah yang benar?
Banyak di antara umat Islam yang belum memahami bahwa reaksi-reaksi berlebihan ketika memprotes film-film penghina Islam tersebut memang menjadi tujuan dari para pembuatnya. Semakin keras reaksinya, maka semakin kuat bukti bahwa memang Islam adalah agama kekerasan, sadis dan syarat dengan terorisme.
Gambaran-gambaran demonstrasi brutal yang dilakukan oleh umat Islam di berbagai perjuru dunia akan dengan mudahnya di-capture oleh wartawan-wartawan Barat, mengemasnya dalam bentuk berita aktual yang siap untuk disiarkan di negara mereka masing-masing lengkap bersama dengan narasi pembenaran tentang citra Islam yang buruk.
Sangat mudah bagi media-media Barat untuk melakukan itu semua. Dalam sekejap saja, opini buruk tentang Islam justru akan lebih cepat terbentuk dibandingkan dengan opini tentang jahatnya si produser film-film anti-Islam tersebut.
Dalam ilmu komunikasi, hal ini dikenal dengan kemampuan media dalam mencitrakan buruk suatu pihak hingga pihak tersebut serba salah dalam bersikap. Jika mereka bereaksi keras, justru membenarkan bahwa isu itu memang benar. Tapi disisi lain, jika pihak yang disudutkan itu diam saja, tetap saja akan membuat orang lain berpikir, “Nah kan, mereka tidak menyangkal. Berarti memang benar seperti itu gambaran dalam film tersebut.”
Kita harus mengambil pelajaran empat tahun yang lalu, ketika Geert Wilder justru melejit popularitas dirinya gara-gara film anti-Islam yang dibuatnya itu. Bahkan konon malah membuat dirinya terpilih dalam pemilu di negaranya. Reaksi keras yang dilakukan umat Islam seolah justru ‘membantu’ dirinya menjadi lebih populer. Pengunduh film Fitna di internet semakin membludak. Lagi-lagi keuntungan ada di pihak musuh.
Respon kita seharusnya lebih cerdas
Media film adalah media yang memiliki pengaruh luar biasa dalam membentuk persepsi di benak audiens-nya. Di Amerika, film bisa menggantikan posisi orangtua maupun para pendidik di sekolah dalam mengajarkan segala hal yang dibelum diketahui oleh anak-anak.
Oleh karenanya, film sudah sejak ratusan tahun yang lalu dijadikan alat Barat untuk memenangkan kepentingan-kepentingannya. Bagi produsen-produsen film di Barat, film bukan hanya sekedar industri hiburan semata namun syarat dengan muatan ideologis.
Jika kita mau jeli, ada ratusan film yang diproduksi Hollywood digunakan untuk mencitrakan buruk dunia Arab (baca: Islam).
Jack Shaheen, dalam bukunya berjudul Reel Bad Arab mengatakan bahwa ada lebih dari 900 judul film sejak 1896 hingga saat ini yang sengaja dibuat untuk mewajahburukkan orang-orang Arab. Ini berarti masalah film “Innocence of Muslims” bukanlah isu baru bagi Barat. Bagi mereka ini hal biasa. Sampai kapanpun, jika bentuk perlawanan muslim masih sekedar dalam bentuk aksi demonstrasi atau aksi fisik yang destruktif tetap dilakukan, itu justru membantu mereka dalam pembenaran citra Islam yang buruk yang sedang mereka bangun dalam berbagai cinema.
Kita pasti tidak ingin dikenal sebagai umat yang hanya bisa “menggertak sambal” saja. Pedas, tapi cuma sebentar. Setelah aksi, besoknya hilang tak berbekas. Tetap saja tidak ada perubahan. Sedangkan musuh-musuh Islam bermain di ranah yang lebih intelek.
Strateginya disusun dengan sangat rapi. Maka respon yang cerdas, seharusnya tidak dengan melakukan tindakan destruktif. Perlawanan yang cerdas adalah dengan mengimbangi kemarahan kita dengan semangat mempelajari dan membangun media Islam. Meski tidak melarang rasa marah ketika Nabi kita dihina, sebaiknya pemikiran harus dilawan dengan pemikiran. Film harus dilawan dengan film. Hegemoni harus di-counter hegemoni juga. Pencitraan harus dilawan dengan pencitraan. Selanjutnya tinggal Allah Ta’ala yang memberi kemenangan. Wallahu a’lam.*
Penulis adalah Pimred undergroundtauhid.com dan dosen jurusan komunikasi di salah satu perguruan tinggi di Surabaya

Sumber : http://hidayatullah.com

Posred By : PKS Beringin DS

Neraca Kebahagiaan Kita

http://islamediaonline.files.wordpress.com/2011/08/samson.jpgOleh :  Ustadz Samson Rachman
Islamedia - Sudah bisa dipastikan bahwa sesungguhnya tidak ada satu orang pun yang menginginkan dirinya tidak bahagia. Tidak seorangpun yang menginginkan dirinya dibelenggu derita, dikepung duka dan gundah gulana. Tak ada seorangpun yang menginginkan dirinya terjerat duka dan dicengkeram nestapa. Semua orang pasti mendambakan yang sebaliknya, mendambakan hidup bahagia. Semua orang pasti mendambakan dirinya diliputi kebahagiaan, hari harinya terus dihiasi suka cita, diwarnai ketenteraman jiwa.

Sayang, banyak orang hanya ingin bahagia meliputi dirinya, namun dia tidak melakukan apa apa. Dia tidak bergerak melakukan syarat syarat yang diperlukan untuk menggapai bahagia itu.Hidupnya berhiaskan angan, berlumuran keinginan yang tidak ditindak lanjuti dengan tindakan nyata. Dia hidup nyaman dalam dunia idealisme semu,angan angan palsu. Dia hidup hanya di alam mimpi.

Padahal kebahagiaan seseorang itu tidak mungkin diraih hanya melalui mimpi mimpi, dia harus diikuti aksi nyata.

Diantara syarat yang akan mengantarkan seseorang pada jenjang bahagia adalah apabila keimanannya kepada Allah mengakar kuat, meghunjam di dalam dada, menjulang ke langit berupa kebaikan yang bisa disaksikan oleh sebanyak banyak manusia dan bisa dinikmati oleh mereka. Iman yang mengakar akan menjadikan seseorang kokoh memegang prinsip hidup, mampu bertahan di kala sulit, gigih dan gagah menghadapi kehidupan yang rumit. Sebaliknya keimanan yang dangkal kepada Allah akan membuat seseorang mudah tumbang dalam menghadapi kehidupan dan tidak memiliki visi masa depan serta tidak punya misi kekinian. Hidupnya terasa hampa, tanpa makna.
 
Hal yang lain membuat seseorang bahagia adalah kecintaan dan rindunya yang senantiasa membara untuk menggapai kehidupan akhirat yang sempurna : masuk surga dan berjumpa dengan Tuhannya, Allah Yang Mahakasih. Manusia berorientasi akhirat akan menjadikan hidupnya jernih tanpa kotoran dekil dunia. Mata hati mereka demikian jelas menatap bahwa akhirat adalah nyata, bagaikan berada di depan mata dan terpatri di dalam jiwa.
 
Syarat lainnya apabila kita ingin bahagia adalah, apabila hari hari kita bertaburan ayat  ayat Allah yang meluncur deras dari bibir kita, menggema di relung jiwa.
 
Orang orang bahagia senantiasa membangun komunikasi intensif dengan Allah, Sang Mahasegala. Komunikasi penghambaan yang tulus, ikhlas dan jernih. Penghambaan yang didasarkan atas kesadaran bahwa dirinya memang diciptakan untuk beribadah, bersimpuh merendahkan diri di hadapan Sang Mahakuasa. Hari harinya adalah sujud dan ruku' yang merupakan simbol penghambaan sejati.
 
Orang yang bahagia senantiasa memberi, menjadikan tangannya sebagai saluran kebaikan bagi orang lain, menjadikan dirinya sebagai sumber kehidupan bagi sesama.
 
Shalat yang terjaga dalam kekhusyuan juga syarat yang mengantarkan seseorang pada kebahagiaan. Alquran memberikan gelar khusus bagi mereka dengan sebutan almuflihun, orang orang beruntung. Karena shalat memang tidak mungkin dilakukan kecuali oleh mereka yang merendahkan diri dan khusyu' di hadapanNya.
 
Wara', yakni meninggalkan yang haram menjadi bagian sangat penting agar neraca bahagia kita berjalan stabil dan tidak pincang. .Wara' akan membuat orang tidak merasa terbelenggu oleh dosa individu dan sosialnya. Bahkan lebih jauh dari itu dia harus melangkah lebih maju dengan menjadikan zuhud, meninggalkan yang syubhat sebagai tak terpisahkan dari track record sejarahnya.
Teman teman orang bahagia adalah orang orang saleh yang mendorong dia dekat kepada Allah dan semangat berburu surga serta antusias menjauh dari neraka. Amal dan aktivitasnya adalah amalan surgawi yang senantiasa dikepaki sayap sayap malaikat.
 
Kasih sayang pada sesama menjadi denyut nadi kepeduliannya, yang terefleksi pada apresiasi, simpati dan empatinya,  bukan hanya pada sesama muslim saja, namun lanskap kasihnya merentang pada setiap manusia bahkan menembus semesta. Dia memposisikan dirinya untuk bagi bermamfaat pada orang lain.
 
Jiwanya rendah hati pada sesama. Kesombongan lenyap dari kamusnya, kecongkakan tak lagi ada. Sebab dia ingat sabda nabinya bahwa barang siapa yang berendah hati maka Allah akan angkat derajatnya dan barang siapa yang bertinggi hati maka akan  Allah rendahkan derajatnya.

Manusia yang beriman rendah, bermental rapuh,rakus, lemah, angkuh dan angkara, buruk moral dan akhlaknya, dan sering menyakit manusia serta kikir pada sesama, maka dipastikan dia akan merana dan menderita : dunia akhirat.
Posted By : PKS Beringin DS


Jumat, 14 September 2012

Jumat, 14 September 2012

Antara Dua Ied (Al-Fithri dan Al-Adha) yang Penuh Barakah dan Rahmat


Iedul Fithri adalah program Allah yang didahului dengan tajdidul fithrah. Pada dasarnya semua Ansyitah Ramadhan mendorong kita kembali kepada fitrah.
Bila orang gembira karena meninggalkan puasa Ramadhan maka kita gembira karena ada perubahan fitrah dan mampu memperbaharui fitrah kita. Sebab kita hanya akan mampu menempuh kehidupan apabila kita memiliki fitrah yang utuh. Artinya kita memiliki keutuhan mesin penggerak kehidupan itu sendiri sebab hidup dengan Islam berarti hidup dengan fitrah.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum, 30: 30)
Sementara itu, Iedul Adha merupakan program Allah yang orientasinya adalah tajdid ruhul bazl wa tadhhiyah (semangat memberi dan berkorban). Bila orang bergembira karena memperoleh daging kurban maka kita hanya dapat bergembira apabila kita memperoleh sikap ruhul bazl wa tadhhiyah.

Semangat fitrah tanpa ruhul badzl wa tadhhiyah bagaikan mesin tanpa bahan bakar. Mesin Islam hanya dapat melaju dengan kesiapan memberi dan berkorban di jalan Allah.
             Cara mempertahankan kefitrahan kita adalah dengan melanjutkan sunnah dan tradisi Ramadhan meskipun intensitasnya tidak sama tetapi harus berkelanjutan. Ini merupakan ma'alim ta'abudiyah. Hal ini meliputi :
Pertama, perhatikan ansyithah fikriyah (Aktivitas Pemikiran). Membangun dan memelihara keutuhan fitrah sama artinya dengan merealisasikan daurul fitri fil ibadah yaitu tadzakur dan tafakur yang senantiasa memerlukan dua ma'alim utama, (1) Ma'alim ta'abudiyah (rambu-rambu ibadah) yang intinya ashalah dzikriyah (orisinalitas zikir), yang merupakan upaya lit ta'shil (orisinalisasi), (2) Ma'alim kauniyah (rambu-rambu alam semesta) yang intinya adalah ashalah fikriyah (orisinalitas pemahaman) merupakan upaya lit tathwir (pengembangan).
            Ashalah Insaniyah (orisinalitas kemanusiaan), ashalah Islamiyah (orisinalitas Islam), da'wiyah, jamaiyah dibangun oleh ansyithah fikriyah. Kita tidak cukup berorientasi pada ashalah aqidah, fikrah dan minhajiah. Sebab bila ketiganya berlangsung tanpa pengembangan akan berbahaya. Kita akan terjebak pada kejumudan yang membawa malal (kebosanan) dan futur.
          Seorang muslim bisa jadi beraqidah shahihah tetapi ketinggalan kereta peradaban. Atau berminhaj jelas dan benar tetapi tidak mampu berkembang karena dha'ful wasail amaliyah (lemah sarana amal). Melalui ansyithah amaliah lit tathwir (aktivitas amal untuk pengembangan) diharapkan kita mampu rukubul hadharah (mengendarai peradaban). Karena seorang muslim dituntut memberi dan berkorban secara maksimal dalam roda perjalanan sejarah yang terus menerus berkembang.
            Dalam da’wah senantiasa diperlukan dua unsur : aslih nafsaka wad'uu ghairok (perbaiki dirimu, serulah orang lain). Seorang muslim dituntut menjadi shalihun wa muslihun (baik dan melakukan perbaikan), shalihun linafsihi wa muslihun li ghairihi—memperbaiki diri dan orang lain. Sebagaimana firman-Nya,

“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS. Al-Hajj, 22: 77)

Disini disebutkan bahwa kemenangan ditentukan dua unsur: irka'uu wasjuduu wa'buduu (yaitu ruku, sujud, dan menyembah) yang merupakan ansyithah dzikriyah lit ta'shil (kegiatan zikir untuk menjaga orisinalitas) dan waf'alul khaira (berbuat kebajikan) yang merupakan ansyithah fikriyah lit tathwir (kegiatan pemikiran untuk pengembangan).
            Daurul fitri melalui visi dan misi ibadah serta fungsi khilafah dengan ma'alim ta'abudiyah dan ma'alim kauniyahnya Insya Allah akan membuat kita mampu mengikuti dinamika sejarah, isu kemanusiaan, tren peradaban, perkembangan politik dan sebagainya.

Kedua, perhatikan tathwir 'amal jam'iy wat tanzhimiy (Pengembangan 'Amal Jama'i dan Struktur). Dengan personal/kader inti yang memiliki Al-Fahmus syamil wal iltizamul kamil da’wah yang berkonsepsi syumuliyah mutakamilah akan senantiasa berkembang pesat dari waktu ke waktu. Sebab setiap unsur ke-syumuliyah-an dan ke-takamuliyah-an harus terpadu mengikuti kebutuhan umat dan hadharah insaniyah (peradaban manusia) di tengah realitas dunia yang berkembang.
           Maka jika pada mulanya kita bergumul dengan ansyithah tajnidiyah (kegiatan kaderisasi), secara pasti kita akan melangkah dan berkembang lebih luas. Dahulu kita berhubungan dengan zawil kafaat tajnidiyah dengan ansyithah di sekitar itu, tetapi kemudian kita berhadapan dengan pengembangan ansyithah karena ingin mewujudkan kesyumuliyahan dan ketakamuliyahan da’wah.
           Dalam suasana ini, adalah keliru bila kita mengartikan tajarrud sebagai meninggalkan ansyithah syumuliyah demi terwujudnya tajnidiyah. Tajarrud bukan meninggalkan semua tetapi justru membawa semua secara tawazun. Masalahnya kita harus pandai menentukan prioritas amal jama'iy. Problematika kita adalah bagaimana kita mengatur waktu; menentukan yang dharuriy, hajiyaat dan tahsinaat; kemudian melaksanakan kewajiban kita secara ihsan. Inallaha katabal ihsan 'ala kulli syaiy'i.
         Perhatian kita sebagai afrad jama'ah hendaknya pada seluruh elemen kehidupan manusia. Dengan sendirinya potensi dan aktifitas akan terbagi namun bila kesemuanya dibingkai dengan wihdatul aqidah, wihdatul fikrah dan wihdatul minhaj yang kita miliki akan meraih keberkahan dan rahmat Allah Ta’ala. Selain itu, semua aktifitas hendaknya terpadu erat, bukan langkah infiradi (perseorangan) yang nyelonong. Harus terikat dengan barnamij dan harus ter-takhtith (rencana) dengan baik.
         Jamaah memiliki tingkat ekspansi yang tinggi, sedangkan manusia telah digariskan tabiatnya untuk da’wah ini. Selama kita (afrad jamaah) memiliki mawazin dan memiliki qiyam fitriyah Insya Allah perkembangan jamaah pun akan sehat. Untuk peningkatan ekspansi baramij tarbawiyah (program tarbiyah) aktifitas jamaah sifatnya hanya stimulans, hanya menjadi pemicu dan pemacu. bukan satu-satunya baramij yang harus direalisasikan. Diperlukan usaha yang besar dalam tarbiyah dzatiyah.. Untuk merealisasikan tausi'ah wa tarqiyah (perluasan demografis dan peningkatan SDM) senantiasa diperlukan ubudiyah wa 'ulumiyah atau dengan kata lain da’wah wat tarbiyah.
         Karena itu kita memerlukan junud (laskar) yang siap memikul beban da’wah, bukan malah menjadi beban. Sebab jama'ah kita bukan sekolah kendati suasana tarbiyah-mentarbiyah dihidupkan di segala sisi untuk mewujudkan syumuliyah dan takamuliyah perkembangan da’wah. Juga bukan rumah sakit tetapi kumpulan orang-orang sehat yang saling bersinergi memberi dan berkorban, saling membantu, senasib sepenanggungan.
        Marilah kita tingkatkan aktifitas jamaah ini dengan meningkatkan sifat kekaderannya di berbagai bidang sehingga terwujud junud da’wah sejati. Sebab hanya kader yang mampu memikul beban yang dapat saling bekerja sama secara harmonis.
         Standar tarbiyah yang ada dalam baramij juga hendaknya mengantisipasi masalah ini. Jangan terpaku pada baramij rismiyah, karena apa artinya bila kita mabit tetapi tidak mampu melakukan ekspansi da’wah. Atau sibuk mengurus tanzhim tetapi tak mampu mengurus daulah. Karena itu dalam mutaba'ah hendaknya jangan kaku dengan aturan menyangkut kehadiran di liqa’ padahal seorang akh mempunyai nasyath tanzhimiyah (aktivitas struktural) yang lebih dharuriy. Ini hendaknya menjadi perhatian bagi para Pembina.

Ketiga, perhatikan tathwir 'ilmi wats tsaqafi wal hadhari (pengembangan ilmu, wawasan dan peradaban). Memperhatikan pengembangan ilmu, tsaqafah dan peradaban ini sangat penting untuk meningkatkan penguasaan kita terhadap wasail (sarana) dan asalib hadhariyah fid da’wah. Juga menangkal segala jarasim fikriyah (virus pemikiran) yang akan merusak da’wah yang datang dari berbagai arah, serta mewujudkan suatu alternatif (badil) bagi peningkatan wawasan umat Islam.
         Afrad jamaah hendaknya mampu mengantisipasi masa depan dengan memahami perkembangan tren ilmu dan teknologi, tren ekonomi, politik dan budaya, bahkan hendaknya kita mampu melangkah dengan menjadikannya sebagai sarana da’wah. Karena itu, belajar dan tingkatkan wawasan. Seraplah informasi dunia khususnya yang terkait dengan tathwir 'ilmi was siyasi ini sehingga kita mampu memahamkan masyarakat melalui unsur-unsur hadhari ini.

Keempat, perhatikan tathwir ijtima'iy wal iqtishady (pengembangan sosial dan ekonomi). Masalah sosial dan interaksinya dengan perkembangan hadharah selalu berubah dan berkembang terus menerus. Kuasailah suasananya tanpa meninggalkan prinsip dan kepribadian kita. Kita bergaul dengan masyarakat dengan dua acuan: ansyithah ijtimaiyah dakhiliyah (aktivitas kemasyarakatan internal) dan ansyithah ijtimaiyah kharijiyah (aktivitas kemasyarakatan eksternal). Jadi jangan menjadi orang yang aneh di tengah kaum muslimin sendiri.
           Dalam ansyithah dakhiliyah seluruh stelsel dan elemen tanzhim tersentuh dan tercover dengan ta'awun iqtishadiy dan takaful ijtima'iy. Jangan sampai ada yang mengeluh dalam masalah ekonomi, berta'awunlah. Sedangkan untuk nasyath kharijiyah kita bertanggungjawab pula mensejahterakan umat. Kita lebih wajib merealisasikan surat Al-Ma'uun yang mengharuskan kita menyeimbangkan ibadah dan fungsi sosial di tengah umat. Prinsip kita: nahnu minhum, nahnu ma'ahum wa nahnu lahum.
           Dalam masalah ijtimaiyah ini Rasul memberi taujih da’wah dengan pola yang jelas dengan berbagai pendekatan: Dengan pendekatan bahasa dan budaya, khatibun naasa 'ala qadri lughatihim (bicaralah dengan masyarakat sesuai dengan bahasa mereka); pendekatan intelektual, khatibun nasa 'ala qadri uqulihim (bicaralah dengan masyarakat sesuai dengan kemampuan nalar mereka); pendekatan sosial, anzilun nasa manazilahum (tempatkanlah masyarakat sesuai dengan kedudukan mereka); pendekatan ekonomi, tu'khadzu min aghniyaaihim wat turadduu ila fuqaraaihim (ambillah sebagian harta orang-orang kaya mereka dan bagikanlah ke orang-orang miskin di antara mereka)

Kelima, perhatikan tathwir siyasi (pengembangan politik). Yaitu kemampuan kita merekayasa pendayagunaan potensi internal maupun eksternal untuk tujuan-tujuan kita. Di antara potensi manusia sebagai musakhar, kita harus mampu melakukan politican engineering (rekayasa politis).
Tidak seluruh wihdatus shaf itu jamaah, jamaah hanya berperan sebagai intinya. Wihdatus shaf adalah umat dalam satu ideologi dan kita menyertakan mereka dalam perjuangan.
           Dalam rekayasa politik kita dapat melakukan: (1) Aliansi ideologis, yaitu kerjasama dengan kelompok Islam dari kalangan orang-orang yang memiliki kemiripan akidah dan fikrah dengan kita, (2) Aliansi strategis, yaitu kerjasama dengan kelompok-kelompok yang memiliki tujuan yang sama, seperti dengan kelompok nasionalis yang sama-sama bertujuan mensejahterakan rakyat, (3) Aliansi taktis, yaitu kerjasama dengan kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan bersama, (4) Aliansi teknis, yaitu kerjasama yang sifatnya semata-mata istifadah, memanfaatkan dan memberi manfaat.

            Keempat aliansi ini dapat direalisasikan bila kita memiliki kredibilitas politik dilandasi dengan kemampuan handasah siyasiyah (kecerdasan politik).

Wallahu a’lam

Posted By : PKS Beringin DS

Mempertahankan Dua Sayap


 



“Ibarat seekor kupu-kupu, kepompong telah mampu merubahnya dari seekor ulat yang menjijikkan menjadi makhluk yang indah. Yang tadinya hanya seekor hewan perusak kini menjelma menjadi makhluk yang bermanfaat bagi penyerbukkan.”
Ramadan telah berlalu. Kepergiannya meninggalkan banyak pelajaran berharga bagi kita. Berbagai keta’atan telah menjadi bagian dari hari-hari kita selama Ramadan. Puasa, tilawah, qiyamullail, menjaga diri dari hal yang diharamkan bahkan dari hal-hal yang sifatnya mubah. Ketaatan menuntut kita untuk mengalahkan segala ego dan kelemahan diri.

               Namun Ramadan bukan jaminan atas segala-galanya. Berlalunya Ramadan tak serta-merta membuat semua orang lantas jadi bertaqwa. Tak sedikit yang berhasil mengoptimalkan Ramadan mereka dengan keshalihan namun gagal memperjuangkannya pad hari-hari setelah itu. Banyak yang kemudian berguguran hingga Ramadannya berlalu tanpa menyisakan sedikitpun kecuali lapar dan haus.
Kepergian Ramadan meninggalkan manusia pada tiga kondisi;

Pertama; Orang-orang yang sebelum Ramadannya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, menjaga ibadah dan kesalihannya. Ketika ramadan datang ketaatannya semakin bertambah dan meningkat. Bagi mereka Ramadan adalah ghanimah Rabbaniyah dan minhah Ilahiyah yang mereka raih sebanyak-banyaknya. Beramal dan menebar kebaikan sebanyak-banyaknya. Mereka berfikir tak akan ada lagi kesempatan setelah ini. Ramadan pergi, mereka tetap bertahan di puncak ketaatannya. Merekalah golongan yang sangat beruntung dengan kabar gembira keampunan dan nikmat yang tiada batas.
“Dan mereka yang memberikan sedekah dengan hati penuh rasa takut karena mereka tah bahwa sesungguhnya akan kembali kepada Tuhannya. Mereka itu berseera dalam kebaikan dan mereka lah orang yang lebih dahulu memperolehnya.” (Qs: Al Mu’minun: 60-61)
“Siapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan iman dan perhitungan maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu” (HR. Muttafaq Alaih)

Kedua; Mereka yang sebelum Ramadan hanyut dengan maksiat dan kelalaian, tatkala datang Ramadan mereka bersegera kepada ketaatan dan kesalihan diri, tak membiarkan waktu-waktu berharganya sia-sia. Namun saat Ramadan berlalu mereka kembali lalai dan terlena dengan kemaksiatan. Kepergian Ramadan tak berbekas dalam dirinya.

Ketiga; Mereka yang sebelum datang, ketika datang dan setelah perginya Ramadan tetap pada keburukannya. Ramadan tak berpengaruh apa-apa dalam dirinya. Bukannya semakin baik justru keingkaran mereka semakin bertambah. Maka sungguh merugi dan celakalah mereka. Na’udzubillah, Semoga kita dilindingu dari golongan ini.
                 Ramadan bukan penentu ketaqwaan. Ramadan hanya sebuah madrasah penempaan kepribadian yang dilengkapi dengan berbagai sarana-sarana kesalihan. Ramadan hanya sebuah momentum awal, titik tolak seorang hamba mamulai langkah barunya. Perjuangan sejatinya adalah setelah Ramadan, ketika iblis dilepaskan dari belenggunya. Disanalah seorang hamba harus bertarung mempertahankan keimanan dan kesalihannya dari segala godaan.
                Banyak yang terjatuh, tersungkur dan terseret di medan pertempuran ini. Bahkan dilangkah pertamanya setelah meninggalkan Ramadan. Ada yang terjebak dengan euforia lebaran, lupa bahwa dirinya tengah berhadapan dengan pedang-pedang musuh. Banyak yang tersungkur, lalu ada yang bangkit lagi. Ada yang jatuh bangun berkali-kali dan ada yang terseret, berdarah-darah tanpa mampu bangkit lakukan perlawanan walau sesaat. Miris.
               Inilah pertarungan sesungguhnya. Istiqomah dalam setiap keadaan. Setia dengan sebuah tekad. Siapa yang taat karena Ramadan, maka sesungguhnya Ramadan telah berlalu. Namun siapa yang ketaatannya hanya untuk Allah, maka Allah tak pernah meninggalkannya sedikitpun.
“Dan apabila hamba-Ku bertanya tentang-Ku, maka sesungguhnya Aku sangat dekat. Aku akan manjawab doa mereka yang berdoa kepada-Ku..”

               Ramadan hanya titik awal kita mulai membuka halaman baru dalam kehidupan kita.Keberhasilan kita menjalankan target-target amaliyah Ramadan bukan prestasi yang lantas membuat kita berhenti, bangga dan merasa puas.
Ramadan bukan persoalan banyak atau sedikitnya ibadah kita, tapi adalah perbaikan kepribadian. Mampukah kita mengendalikan segala kehendak dan bisikan ego serta nafsu kita di luar Ramadan? Banyak yang terpeleset pada bagian ini ketika Ramadan berakhir. Euforia lebaran, silaturrahim dll, kadang melupakan kita pada penjagaan diri. Akhirnya titik dan goresan kecil kembali menodai halaman baru fitrah kita. Sekalipun hanya titik atau goresan kecil yang tak berarti, namun hakikatnya tetap sama.
“Apakah manusia mengira mereka akan dibiarkan berkata; “kami beriman” sementara mereka belum diuji?” (Al-Ankabut:2)

                 Kita ibarat seekor kupu-kupu yang baru punya sayap setelah keluar dari kepompongnya. Hari-hari setelah ini penuh ujian. Seekor kupu-kupu harus bertahan menghadapi terpaan terik panas dan hujan serta badai agar dua sayapnya tak rusak dan hancur. Dua sayap itu harus tetap utuh agar mampu bertahan menghadapi kerasnya kehidupan. 
Wallahu A’lam.

 Penulis: Harun Al-Rasyid

Posted By : PKS Beringin DS

Tidak Membalas Hinaan










عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، أَنَّهُ قَالَ: بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ وَمَعَهُ أَصْحَابُهُ وَقَعَ رَجُلٌ بِأَبِي بَكْرٍ، فَآذَاهُ، فَصَمَتَ عَنْهُ أَبُو بَكْرٍ ثُمَّ آذَاهُ الثَّانِيَةَ، فَصَمَتَ عَنْهُ أَبُو بَكْرٍ، ثُمَّ آذَاهُ الثَّالِثَةَ، فَانْتَصَرَ مِنْهُ أَبُو بَكْرٍ، فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ حِينَ انْتَصَرَ أَبُو بَكْرٍ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: أَوَجَدْتَ عَلَيَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «نَزَلَ مَلَكٌ مِنَ السَّمَاءِ يُكَذِّبُهُ بِمَا قَالَ لَكَ، فَلَمَّا انْتَصَرْتَ وَقَعَ الشَّيْطَانُ، فَلَمْ أَكُنْ لِأَجْلِسَ إِذْ وَقَعَ الشَّيْطَانُ»

Dari Sa’id bin Musayyib, ia berkata: Ketika Rasulullah duduk bersama sahabat-sahabatnya tiba-tiba seseorang mencaci Abu Bakar. Orang itu menyakiti Abu Bakar. Mendengar itu Abu Bakar diam saja. Kemudian orang itu menyakitinya lagi dan Abu Bakar tetap diam. Selanjutnya orang itu menyakitinya lagi untuk yang ketiga kali, saat itu barulah Abu Bakar membalasnya. Tiba-tiba Rasulullah berdiri ketika Abu Bakar membalas. Lantas Abu Bakar berkata: “Apakah anda mendapatkan sesuatu yang tidak menyenangkan dari saya, wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: “Malaikat turun dari langit mendustakan apa yang dikatakannya tentang dirimu, tatkala kamu membalasnya datanglah setan. Aku tidak mau duduk di tempat yang ada setan di sana”. (HR. Abu Daud)
Satu lagi akhlak mulia yang diajarkan Rasulullah tapi amat sulit untuk melaksanakannya. Barangkali kita sering mengalami hal yang dialami oleh Abu Bakar ini, tapi kita langsung membalas pada serangan pertama, bahkan dengan balasan yang lebih sadis dan keras. Sudah saatnya untuk meningkatkan derajat, kita belajar untuk mengendalikan diri untuk tidak menghiraukan apa saja bentuk caci maki yang dilemparkan orang kepada kita. Biarkan dia berlalu begitu saja. Sibukkan diri dengan hal yang perlu dilakukan. Pekerjaan yang berarti banyak sekali yang perlu dilakukan di dunia ini dari pada sekadar membalas hinaan dan cacian. Amal nyata jauh lebih bermanfaat dari pada memusingkan fitnahan. Apalagi bila tuduhan itu menimpa sekelas jama’ah atau komunitas manusia.

Boleh jadi selama ini kita memberikan balasan keras, karena:
1. Tidak tahu bahwa mendiamkan atau tidak membalas itu merupakan akhlak mulia.
2. Takut orang lain ikut berburuk sangka kepada kita. Nanti mereka berpikiran; kalau memang tidak begitu kenapa tidak memberikan klarifikasi, kenapa diam saja?
3. Lemahnya keyakinan bahwa Allah akan membalas itu semua dengan pahala yang besar di akhirat nanti dan akan meninggikan wibawanya di hadapan manusia.
4. Tidak tahu hakikat sebenarnya bahwa orang yang mencaci itu sekalipun caciannya benar, ia lagi menyumbangkan kebaikannya kepada kita atau menyiapkan diri untuk memikul kesalahan kita. Apalagi kalau cacian itu jauh dari kenyataan atau hanya sekadar fitnahan.
5. Sifat seperti ini yang dinamakan dengan “hilm”, orang yang mempunyai sifat ini disebut “halim”, salah satu sifat Allah yang harus ditiru. Orang jahiliyah saja mengimpikannya dan berbangga bila ada pada dirinya sifat ini.

Kalaupun harus memberikan jawaban atau meluruskan tuduhan supaya orang lain tidak terjatuh kepada perbuatan buruk sangka kepada kita, maka kita bisa memakai cara yang baik, tenang dan santun. Keyakinan bahwa Allah akan menjaga harga diri kita perlu ditumbuhkan dengan memahami hadis ini.
Semoga Allah menuntun kita kepada akhlak-akhlak yang mulia sekalipun harus dengan langkah yang tertatih-tatih. Usaha dengan penuh keyakinan lambat laun akan membuahkan hasil. Segala yang baru susah diamalkan, sampai perbuatan ini menjadi biasa dalam diri kita dan menjadi akhlak yang akan muncul dengan spontan. Yang paling penting sekali, terlebih dahulu kita mengakui ini adalah akhlak mulia yang dianjurkan Allah.
Rasul juga berkata:
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي الْمِيزَانِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ»
Dari Abu Darda’, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada sesuatupun yang lebih berat pada timbangan amal di hari kiamat selain akhlak yang baik”. (HR. Abu Daud)
اللهم ارزقنا حسن الخلق، وارزقنا الحلم العلم والحكمة
Ya Allah, karuniakanlah kepada kami akhlak yang mulia, dan karuniakanlah kepada kami sifat santun, ilmu dan hikmah.

Penulis: Ust. Zulfi Akmal, MA.

Posted By : PKS Beringin DS

 

"Terima Kasih Atas Kunjungannya dan Sebelumnya Meminta Maaf, Apabila ada Kesalahan dan Kekhilafan dalam Menyajikan Informasi Serta terdapat Link-Link yang belum Aktif". Jazzaakallah Khairan Katsiran, Assalamu'alaikum Wr, Wb. ^_^

Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates