“Ibarat
seekor kupu-kupu, kepompong telah mampu merubahnya dari seekor ulat
yang menjijikkan menjadi makhluk yang indah. Yang tadinya hanya seekor
hewan perusak kini menjelma menjadi makhluk yang bermanfaat bagi
penyerbukkan.”
Ramadan telah berlalu. Kepergiannya meninggalkan banyak pelajaran
berharga bagi kita. Berbagai keta’atan telah menjadi bagian dari
hari-hari kita selama Ramadan. Puasa, tilawah, qiyamullail, menjaga diri
dari hal yang diharamkan bahkan dari hal-hal yang sifatnya mubah.
Ketaatan menuntut kita untuk mengalahkan segala ego dan kelemahan diri.
Namun Ramadan bukan jaminan atas segala-galanya. Berlalunya Ramadan
tak serta-merta membuat semua orang lantas jadi bertaqwa. Tak sedikit
yang berhasil mengoptimalkan Ramadan mereka dengan keshalihan namun
gagal memperjuangkannya pad hari-hari setelah itu. Banyak yang kemudian
berguguran hingga Ramadannya berlalu tanpa menyisakan sedikitpun kecuali
lapar dan haus.
Kepergian Ramadan meninggalkan manusia pada tiga kondisi;
Pertama; Orang-orang yang sebelum Ramadannya taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, menjaga ibadah dan kesalihannya. Ketika ramadan datang
ketaatannya semakin bertambah dan meningkat. Bagi mereka Ramadan adalah
ghanimah Rabbaniyah dan minhah Ilahiyah yang mereka raih
sebanyak-banyaknya. Beramal dan menebar kebaikan sebanyak-banyaknya.
Mereka berfikir tak akan ada lagi kesempatan setelah ini. Ramadan pergi,
mereka tetap bertahan di puncak ketaatannya. Merekalah golongan yang
sangat beruntung dengan kabar gembira keampunan dan nikmat yang tiada
batas.
“Dan mereka yang memberikan sedekah dengan hati penuh rasa takut
karena mereka tah bahwa sesungguhnya akan kembali kepada Tuhannya.
Mereka itu berseera dalam kebaikan dan mereka lah orang yang lebih
dahulu memperolehnya.” (Qs: Al Mu’minun: 60-61)
“Siapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan iman dan perhitungan
maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu” (HR. Muttafaq Alaih)
Kedua; Mereka yang sebelum Ramadan hanyut dengan maksiat dan
kelalaian, tatkala datang Ramadan mereka bersegera kepada ketaatan dan
kesalihan diri, tak membiarkan waktu-waktu berharganya sia-sia. Namun
saat Ramadan berlalu mereka kembali lalai dan terlena dengan
kemaksiatan. Kepergian Ramadan tak berbekas dalam dirinya.
Ketiga; Mereka yang sebelum datang, ketika datang dan setelah
perginya Ramadan tetap pada keburukannya. Ramadan tak berpengaruh
apa-apa dalam dirinya. Bukannya semakin baik justru keingkaran mereka
semakin bertambah. Maka sungguh merugi dan celakalah mereka.
Na’udzubillah, Semoga kita dilindingu dari golongan ini.
Ramadan bukan penentu ketaqwaan. Ramadan hanya sebuah madrasah
penempaan kepribadian yang dilengkapi dengan berbagai sarana-sarana
kesalihan. Ramadan hanya sebuah momentum awal, titik tolak seorang hamba
mamulai langkah barunya. Perjuangan sejatinya adalah setelah Ramadan,
ketika iblis dilepaskan dari belenggunya. Disanalah seorang hamba harus
bertarung mempertahankan keimanan dan kesalihannya dari segala godaan.
Banyak yang terjatuh, tersungkur dan terseret di medan pertempuran
ini. Bahkan dilangkah pertamanya setelah meninggalkan Ramadan. Ada yang
terjebak dengan euforia lebaran, lupa bahwa dirinya tengah berhadapan
dengan pedang-pedang musuh. Banyak yang tersungkur, lalu ada yang
bangkit lagi. Ada yang jatuh bangun berkali-kali dan ada yang terseret,
berdarah-darah tanpa mampu bangkit lakukan perlawanan walau sesaat.
Miris.
Inilah pertarungan sesungguhnya. Istiqomah dalam setiap keadaan.
Setia dengan sebuah tekad. Siapa yang taat karena Ramadan, maka
sesungguhnya Ramadan telah berlalu. Namun siapa yang ketaatannya hanya
untuk Allah, maka Allah tak pernah meninggalkannya sedikitpun.
“Dan apabila hamba-Ku bertanya tentang-Ku, maka sesungguhnya Aku
sangat dekat. Aku akan manjawab doa mereka yang berdoa kepada-Ku..”
Ramadan hanya titik awal kita mulai membuka halaman baru dalam
kehidupan kita.Keberhasilan kita menjalankan target-target amaliyah
Ramadan bukan prestasi yang lantas membuat kita berhenti, bangga dan
merasa puas.
Ramadan bukan persoalan banyak atau sedikitnya ibadah kita, tapi
adalah perbaikan kepribadian. Mampukah kita mengendalikan segala
kehendak dan bisikan ego serta nafsu kita di luar Ramadan? Banyak yang
terpeleset pada bagian ini ketika Ramadan berakhir. Euforia lebaran,
silaturrahim dll, kadang melupakan kita pada penjagaan diri. Akhirnya
titik dan goresan kecil kembali menodai halaman baru fitrah kita.
Sekalipun hanya titik atau goresan kecil yang tak berarti, namun
hakikatnya tetap sama.
“Apakah manusia mengira mereka akan dibiarkan berkata; “kami beriman” sementara mereka belum diuji?” (Al-Ankabut:2)
Kita ibarat seekor kupu-kupu yang baru punya sayap setelah keluar
dari kepompongnya. Hari-hari setelah ini penuh ujian. Seekor kupu-kupu
harus bertahan menghadapi terpaan terik panas dan hujan serta badai agar
dua sayapnya tak rusak dan hancur. Dua sayap itu harus tetap utuh agar
mampu bertahan menghadapi kerasnya kehidupan.
Wallahu A’lam.
Penulis: Harun Al-Rasyid
Posted By : PKS Beringin DS
Jumat, 14 September 2012
Jumat, 14 September 2012
Mempertahankan Dua Sayap
5:01 PM
Unknown