Assalamu'alaikum, Selamat Datang di Blog Resmi DPC PKS Beringin Deli Serdang - Provinsi Sumatera Utara. www.pks-beringin.blogspot.com. Jika ada pertanyaan dan saran harap di kirimkan ke Email DPC PKS Beringin di.. pks.beringin.deliserdang@gmail.com

Senin, 24 September 2012

Senin, 24 September 2012

Fenomena Aliran Sesat dan Bencana Kebodohan

                                 Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA

MUNCULNYA
berbagai ajaran sesat di Indonesia sejak dulu sampai saat hari ini sangatlah meresahkan umat Islam. Berbagai ajaran sesat seperti Darul Arqam, Isa bugis, Lia Aden, Inkarus Sunnah, Ahmadiah, Syi’ah, Islam Liberal, LDII, Millatta Abraham, Laduni dan lainnya gencar menyebarkan paham sesatnya di Indonesia. Bahkan, Indonesia menjadi “lahan subur” tumbuhnya berbagai ajaran sesat tersebut. 

Kondisi ini sangat memprihatinkan kita dan menyisakan berbagai pertanyaan. Bagaimana bisa ajaran sesat menjadi “lahan subur” di Indonesia yang mayoritasnya adalah umat Islam yang berpaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah? Mengapa sebahagian umat Islam dengan mudah terpengaruh dan tertipu dengan ajaran sesat?

Jawabannya tentu beragam. Yang jelas, faktor kebodohan terhadap syariat Islam merupakan jawaban yang paling tepat.  Bila pemahaman umat terhadap syariat Islam itu baik dan benar maka mereka pasti tidak akan tertipu dengan ajaran sesat apapun. Tentu saja ajaran sesat tidak laku dan berkembang di Indonesia. Karena, pemahaman yang baik dan benar terhadap syariat Islam akan melahirkan iman yang kuat, sesuai firman Allah Subhanahu Wata’ala, “Di antara hamba-hamba-Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama (orang yang berilmu).” (QS: Fathir ayat 28). Sebaliknya, kebodohan terhadap agama akan melahirkan bencana kesesatan.

Bahaya Kebodohan
Bencana dan fitnah terbesar bagi umat ini adalah kebodohan. Sedang nikmat terbesar adalah ilmu akan al-Qur'an dan as-Sunnah sesuai pemahaman salaful ummah (pendahulu ummat).  Kebodohan akan ilmu syariat menyebabkan fitnah dan perpecahan umat. Selain itu, kebodohan merupakan sumber bencana munculnya ajaran sesat.

Banyaknya penyimpangan agama di tengah masyarakat, baik dalam persoalan akidah maupun ibadah, terjadi akibat kebodohan atau minimnya pengetahuan mereka terhadap syariat Islam. Kebodohan umat ini dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dengan cara menyebarkan racun dan virus kesesatan di tengah umat Islam.  Akibatnya, timbulah berbagai penyimpangan agama dalam persoalan  tauhid dan akidah berupa pemurtadan, ajaran sesat dan syirik. Begitu pula penyimpangan dalam ibadah berupa praktek bid’ah (mengada-adakan persoalan yang baru dalam agama tanpa ada petunjuk dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam).

Pendangkalan aqidah berupa pemurtadan dan ajaran sesat adalah target utama musuh-musuh Islam, baik dilakukan pihak luar maupun dari dalam Islam. Upaya pemurtadan gencar dilakukan oleh para misionaris dan orientalis. Dari pihak dalam, upaya penyebaran ajaran sesat dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya muslim  atau berkedok Islam dengan menyebarkan pemikiran dan pengamalan yang yang menyimpang dari syariat Islam (al-Quran dan as-Sunnah).
Mengenai upaya dan misi pemurtadan yang dilakukan oleh musuh-musuh luar Islam, jauh-jauh hari al-Quran telah memperingatkan umat Islam atas makar mereka:

“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka..” (QS: Al-Baqarah: 120).
Karenanya, bila umat Islam tidak punya ilmu yang mapan terhadap syari’at Islam, tentu akan mudah digoyahkan iman mereka dan menjadi murtad dengan penghargaan yang menggiurkan dari para misionaris berupa harta, wanita, dan jabatan/pangkat.

Kebodohan dapat mengakibatkan bencana kesesatan.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS: Luqman: 6).

Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman, “Dan sungguh, banyak yang menyesatkan orang dengan keinginannya tanpa dasar pengetahuan.” (QS: Al-An’am:119).
Oleh karena itu, Allah Subhanahu Wata’ala melarang kita untuk mengikuti sesuatu tanpa ilmu, terlebih lagi dalam persoalan akidah dan ibadah yang sudah qaht’i (baku) dan jelas. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.” (QS: Al-Isra’: 36)

Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari manusia begitu saja, akan tetapi mencabut ilmu dengan dimatikan para ulama. Jika tidak ada lagi seorang yang alim, maka orang-orang memilih pemimpin yang bodoh. Maka ketika mereka ditanya, merekapun berfatwa tanpa dasar ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Praktek syirik di tengah masyarakat terjadi akibat tidak memahami tauhid secara benar. Selama ini perbuatan syirik hanya dipahami sebatas menyembah selain Allah seperti menyembah patung, pohon, api, binatang dan sebagainya. Padahal, meminta pertolongan kepada makhluk seperti benda-benda keramat, kuburan-kuburan wali, dan lainnya, memakai ajimat dan melakukan tradisi-tradisi yang diyakini dapat memberi berkah atau menolak bala, termasuk syirik.

Allah Subhanahu Wata’ala mengecam perbuatan tersebut, “Katakan (Muhammad),“Pantaskah kamu mengambil pelindung-pelindung selain Allah, padahal mereka tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudharat bagi dirinya sendiri?” (QS: Ar-Ra’d:16).

Bahkan, Allah Subhanahu Wata’ala memvonis perbuatan tersebut sebagai kesesatan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Dia menyeru kepada selain Allah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. Itulah kesesatan yang jauh.” (QS: al-Hajj: 12).

Allah juga berfirman,“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang ia kehendaki. Dan barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali.” (QS: An-Nisa’:116).

Perbuatan syirik divonis sesat karena telah menyalahi tauhid kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Sepatutnya, pemahaman tauhid yang benar adalah hanya Allah-lah yang berhak disembah dan dimohon pertolongan, sebagaimana firman-Nya, “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS: al-Fatihah: 5). Begitu pula, meyakini hanya Allah lah yang dapat mendatang manfaat dan menolak bala.  Tidak seorangpun yang mampu mendatangkan manfaat dan menolak bala, termasuk Nabi saw. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak punya kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudharat bagi diriku kecuali apa yang dikehendaki Allah..” (QS: Al-A’raf: 188).

Begitu pula termasuk perbuatan syirik yaitu orang-orang yang mengaku dirinya mengetahui hal-hal yang ghaib seperti peramal, dukun, tukang tenung/sihir dan lainnya. Sebab, Tauhid mengajarkan hanya Allah-lah yang mengetahui persoalan yang ghaib, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala, “Katakanlah (hai Muhammad) tidak ada seorang pun yang ada di langit dan di bumi mengetahui perkara ghaib kecuali Allah saja.” (An-Naml: 65). Allah juga berfirman, “(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya.” (AQS: l-Jin: 26-27).

Selain itu, perbuatan bid’ah pun ikut merajalela di tengah masyarakat akibat tidak memahami cara ibadah yang benar yakni sesuai dengan Sunnah (petunjuk) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Padahal bid’ah temasuk dosa besar dan dikecam dalam agama, bahkan divonis sesat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam sesuai dengan sabda beliau saw, “Jauhilah oleh kamu perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah. Dan sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah kesesatan.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmizi).
 Dalam riwayat yang lain, “Seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan dalam agama, dan setiap yang diada-adakan dalam agama itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan itu masuk kedalam neraka” (HR Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah). Celakanya lagi, ibadah yang dikerjakan tanpa petunjuk Rasullah saw tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu Wata’ala, sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam,“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal ibadah yang tidak berdasarkan petunjuk kami, maka amalnya ditolak.” (HR. Muslim).

Ilmu Syar’i Penangkal Kesesatan


Obat kebodohan adalah ilmu. Untuk menangkal ajaran sesat, maka perlu ilmu (pemahaman) yang baik dan benar tentang syariat Islam dengan cara mempelajari ilmu syar’i (agama) dari para ulama sesuai dengan perintah Allah Subhanahu Wata’ala, “...Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui.” (QS: An-Nahl: 43 dan al-Anbiya: 7).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam  bersabda, “..Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi..”. (H.R. Abu Daud dan at-Tirmizi). Para Nabi tidak mewariskan harta, namun ilmu syar’i. Inilah warisan yang paling agung dan berharga di dunia ini.
Ilmu syar’i adalah ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya berupa keterangan dan petunjuk. Dengan ungkapan lain, ilmu syar’i adalah ilmu yang digunakan untuk memahami syariat Islam. Yang termasuk ilmu syar’i yaitu ilmu tauhid, akidah, fikih, ushul fiqh, maqashid as-syariah, tafsir, hadits, akhlak, bahasa Arab dan ilmu lainnya yang digunakan sebagai alat untuk memahami al-Quran dan As-Sunnah. Ilmu inilah yang wajib dipelajari oleh setiap muslim dan dipuji pemiliknya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

Mengamalkan al-Quran dan as-Sunnah adalah syarat mutlak untuk mencapai kebahagian dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Aku tinggalkan kepada kamu sekalian dua hal, jika kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu al-Quran dan Sunnah Rasul saw.” (HR. At-Tirmizi).

 Untuk memahami dan mengamalkan ajaran al-Quran dan Sunnah Rasul saw dengan benar maka diperlukan seperangkat ilmu-ilmu syariat atau ilmu-ilmu syar’i tersebut.
Ilmu syar’i berperan untuk menangkal berbagai penyimpangan dalam agama seperti ajaran sesat, syirik, bid’ah dan khurafat. Sebab, dengan ilmu syar’i kita dapat memahami syari’at Islam dengan benar sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan ilmu syar’i kita dapat bertauhid kepada Allah dengan benar dan mengetahui akidah yang benar. Begitu pula dengan ilmu syar’i kita dapat mengetahui hal-hal yang dapat membatalkan tauhid dan keimanan kita. Tanpa ilmu, seseorang akan mudah terjerumus ke dalam kesesatan.

Selain itu, dengan ilmu syar’i kita dapat beribadah dengan benar yaitu sesuai dengan sunnah (petunjuk) Rasul saw sehingga ibadah kita diterima. Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Sesungguhnya amal yang dikerjakan dengan ikhlas tapi tidak benar tidak akan diterima, begitu pula jika amal itu benar namun tidak ikhlas (juga tidak diterima). Suatu amal baru akan diterima bila dikerjakan dengan ikhlas dan benar. Ikhlas itu berarti mengerjakan suatu amal hanya  karena Allah, dan benar itu berarti sesuai dengan Sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi Wassalam.”

Bahkan, untuk berdakwah sekalipun kita wajib berilmu. Berdakwah tanpa ilmu sama saja menebar kesesatan di tengah masyarakat. Maka, ilmu syar’i menjadi syarat  utama bagi seorang da’i untuk berdakwah agar dakwahnya benar dan diterima, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala, “Katakanlah, inilah jalanku yang lurus, aku mengajak menusia kepada Allah atas dasar ilmu yang aku lakukan beserta pengikutku...” (QS: Yusuf: 108).

Oleh karena itu, kebutuhan manusia terhadap ilmu syar’i sangat mendesak, sama halnya seperti kebutuhan manusia terhadap makanan dan minuman. Tanpa makan dan minum, manusia tidak dapat hidup. Begitu pula dengan ilmu syar’i. Tanpa ilmu syar’i manusia tidak dapat membedakan mana yang benar dan yang salah, yang petunjuk dan yang sesat serta yang diperintah dan yang dilarang. Maka, ilmu itu adalah cahaya. Maknanya, ilmu itu petunjuk dan penerang hidup manusia, baik urusan dunia maupun akhirat, agar tidak tersesat.

Penulis adalah Dosen Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry, kandidat doktor (Ph.D) Fiqh dan & Ushul Fiqh, International Islamic University Malaysia (IIUM)

Sumber : Hidayatullah.com

Posted By : PKS Beringin DS 

 

"Terima Kasih Atas Kunjungannya dan Sebelumnya Meminta Maaf, Apabila ada Kesalahan dan Kekhilafan dalam Menyajikan Informasi Serta terdapat Link-Link yang belum Aktif". Jazzaakallah Khairan Katsiran, Assalamu'alaikum Wr, Wb. ^_^

Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates