Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA
MUNCULNYA berbagai
ajaran sesat di Indonesia sejak dulu sampai saat hari ini sangatlah
meresahkan umat Islam. Berbagai ajaran sesat seperti Darul Arqam, Isa
bugis, Lia Aden, Inkarus Sunnah, Ahmadiah, Syi’ah, Islam Liberal, LDII,
Millatta Abraham, Laduni dan lainnya gencar menyebarkan paham sesatnya
di Indonesia. Bahkan, Indonesia menjadi “lahan subur” tumbuhnya berbagai
ajaran sesat tersebut.
Kondisi ini sangat memprihatinkan kita
dan menyisakan berbagai pertanyaan. Bagaimana bisa ajaran sesat menjadi
“lahan subur” di Indonesia yang mayoritasnya adalah umat Islam yang
berpaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah? Mengapa sebahagian umat Islam dengan mudah terpengaruh dan tertipu dengan ajaran sesat?
Jawabannya tentu beragam. Yang jelas, faktor kebodohan terhadap
syariat Islam merupakan jawaban yang paling tepat. Bila pemahaman umat
terhadap syariat Islam itu baik dan benar maka mereka pasti tidak akan
tertipu dengan ajaran sesat apapun. Tentu saja ajaran sesat tidak laku
dan berkembang di Indonesia. Karena, pemahaman yang baik dan benar
terhadap syariat Islam akan melahirkan iman yang kuat, sesuai firman
Allah Subhanahu Wata’ala, “Di antara hamba-hamba-Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama (orang yang berilmu).” (QS: Fathir ayat 28). Sebaliknya, kebodohan terhadap agama akan melahirkan bencana kesesatan.
Bahaya Kebodohan
Bencana
dan fitnah terbesar bagi umat ini adalah kebodohan. Sedang nikmat
terbesar adalah ilmu akan al-Qur'an dan as-Sunnah sesuai pemahaman salaful ummah
(pendahulu ummat). Kebodohan akan ilmu syariat menyebabkan fitnah dan
perpecahan umat. Selain itu, kebodohan merupakan sumber bencana
munculnya ajaran sesat.
Banyaknya penyimpangan agama di tengah
masyarakat, baik dalam persoalan akidah maupun ibadah, terjadi akibat
kebodohan atau minimnya pengetahuan mereka terhadap syariat Islam.
Kebodohan umat ini dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk
menghancurkan Islam dengan cara menyebarkan racun dan virus kesesatan di
tengah umat Islam. Akibatnya, timbulah berbagai penyimpangan agama
dalam persoalan tauhid dan akidah berupa pemurtadan, ajaran sesat dan
syirik. Begitu pula penyimpangan dalam ibadah berupa praktek bid’ah (mengada-adakan persoalan yang baru dalam agama tanpa ada petunjuk dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam).
Pendangkalan aqidah berupa pemurtadan dan ajaran sesat adalah target
utama musuh-musuh Islam, baik dilakukan pihak luar maupun dari dalam
Islam. Upaya pemurtadan gencar dilakukan oleh para misionaris dan
orientalis. Dari pihak dalam, upaya penyebaran ajaran sesat dilakukan
oleh orang yang mengaku dirinya muslim atau berkedok Islam dengan
menyebarkan pemikiran dan pengamalan yang yang menyimpang dari syariat
Islam (al-Quran dan as-Sunnah).
Mengenai upaya dan misi pemurtadan yang dilakukan oleh musuh-musuh
luar Islam, jauh-jauh hari al-Quran telah memperingatkan umat Islam atas
makar mereka:
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka..” (QS: Al-Baqarah: 120).
Karenanya, bila umat Islam tidak punya ilmu yang mapan terhadap
syari’at Islam, tentu akan mudah digoyahkan iman mereka dan menjadi
murtad dengan penghargaan yang menggiurkan dari para misionaris berupa
harta, wanita, dan jabatan/pangkat.
Kebodohan dapat mengakibatkan bencana kesesatan.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Dan
di antara manusia (ada) yang mempergunakan percakapan kosong untuk
menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya
olok-olokan. Mereka itu akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS: Luqman: 6).
Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman, “Dan sungguh, banyak yang menyesatkan orang dengan keinginannya tanpa dasar pengetahuan.” (QS: Al-An’am:119).
Oleh karena itu, Allah Subhanahu Wata’ala melarang kita untuk
mengikuti sesuatu tanpa ilmu, terlebih lagi dalam persoalan akidah dan
ibadah yang sudah qaht’i (baku) dan jelas. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Dan
janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta
pertanggung jawabannya.” (QS: Al-Isra’: 36)
Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari
manusia begitu saja, akan tetapi mencabut ilmu dengan dimatikan para
ulama. Jika tidak ada lagi seorang yang alim, maka orang-orang memilih
pemimpin yang bodoh. Maka ketika mereka ditanya, merekapun berfatwa
tanpa dasar ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Praktek syirik di tengah masyarakat terjadi akibat tidak memahami
tauhid secara benar. Selama ini perbuatan syirik hanya dipahami sebatas
menyembah selain Allah seperti menyembah patung, pohon, api, binatang
dan sebagainya. Padahal, meminta pertolongan kepada makhluk seperti
benda-benda keramat, kuburan-kuburan wali, dan lainnya, memakai ajimat
dan melakukan tradisi-tradisi yang diyakini dapat memberi berkah atau
menolak bala, termasuk syirik.
Allah Subhanahu Wata’ala mengecam perbuatan tersebut, “Katakan
(Muhammad),“Pantaskah kamu mengambil pelindung-pelindung selain Allah,
padahal mereka tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudharat
bagi dirinya sendiri?” (QS: Ar-Ra’d:16).
Bahkan, Allah Subhanahu Wata’ala memvonis perbuatan tersebut sebagai kesesatan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Dia
menyeru kepada selain Allah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan
bencana dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. Itulah kesesatan
yang jauh.” (QS: al-Hajj: 12).
Allah juga berfirman,“Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan
sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang ia
kehendaki. Dan barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah,
maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali.” (QS: An-Nisa’:116).
Perbuatan syirik divonis sesat karena telah menyalahi tauhid kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Sepatutnya, pemahaman tauhid yang benar adalah hanya Allah-lah yang
berhak disembah dan dimohon pertolongan, sebagaimana firman-Nya, “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS:
al-Fatihah: 5). Begitu pula, meyakini hanya Allah lah yang dapat
mendatang manfaat dan menolak bala. Tidak seorangpun yang mampu
mendatangkan manfaat dan menolak bala, termasuk Nabi saw. Allah
Subhanahu Wata’ala berfirman, “Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak
punya kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudharat bagi diriku
kecuali apa yang dikehendaki Allah..” (QS: Al-A’raf: 188).
Begitu pula termasuk perbuatan syirik yaitu orang-orang yang mengaku
dirinya mengetahui hal-hal yang ghaib seperti peramal, dukun, tukang
tenung/sihir dan lainnya. Sebab, Tauhid mengajarkan hanya Allah-lah yang
mengetahui persoalan yang ghaib, sebagaimana firman Allah Subhanahu
Wata’ala, “Katakanlah (hai Muhammad) tidak ada seorang pun yang ada di
langit dan di bumi mengetahui perkara ghaib kecuali Allah saja.”
(An-Naml: 65). Allah juga berfirman, “(Dia adalah Rabb) Yang
Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun
tentang yang ghaib itu, kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya.” (AQS: l-Jin: 26-27).
Selain itu, perbuatan bid’ah pun ikut merajalela di tengah masyarakat
akibat tidak memahami cara ibadah yang benar yakni sesuai dengan Sunnah
(petunjuk) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Padahal bid’ah
temasuk dosa besar dan dikecam dalam agama, bahkan divonis sesat oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam sesuai dengan sabda beliau saw,
“Jauhilah oleh kamu perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama),
karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah.
Dan sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah kesesatan.” (HR. Abu Daud dan
at-Tirmizi).
Dalam riwayat yang lain, “Seburuk-buruk urusan adalah yang
diada-adakan dalam agama, dan setiap yang diada-adakan dalam agama itu
adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan itu
masuk kedalam neraka” (HR Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah). Celakanya
lagi, ibadah yang dikerjakan tanpa petunjuk Rasullah saw tidak akan
diterima oleh Allah Subhanahu Wata’ala, sesuai dengan sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wassalam,“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal
ibadah yang tidak berdasarkan petunjuk kami, maka amalnya ditolak.” (HR.
Muslim).
Ilmu Syar’i Penangkal Kesesatan
Obat kebodohan adalah ilmu. Untuk menangkal ajaran sesat, maka perlu
ilmu (pemahaman) yang baik dan benar tentang syariat Islam dengan cara
mempelajari ilmu syar’i (agama) dari para ulama sesuai dengan perintah
Allah Subhanahu Wata’ala, “...Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui.” (QS:
An-Nahl: 43 dan al-Anbiya: 7).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam
bersabda, “..Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para
nabi..”. (H.R. Abu Daud dan at-Tirmizi). Para Nabi tidak mewariskan
harta, namun ilmu syar’i. Inilah warisan yang paling agung dan berharga
di dunia ini.
Ilmu syar’i adalah ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya
berupa keterangan dan petunjuk. Dengan ungkapan lain, ilmu syar’i adalah
ilmu yang digunakan untuk memahami syariat Islam. Yang termasuk ilmu
syar’i yaitu ilmu tauhid, akidah, fikih, ushul fiqh, maqashid
as-syariah, tafsir, hadits, akhlak, bahasa Arab dan ilmu lainnya yang
digunakan sebagai alat untuk memahami al-Quran dan As-Sunnah. Ilmu
inilah yang wajib dipelajari oleh setiap muslim dan dipuji pemiliknya
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Mengamalkan al-Quran dan as-Sunnah
adalah syarat mutlak untuk mencapai kebahagian dan keselamatan di dunia
dan di akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Aku
tinggalkan kepada kamu sekalian dua hal, jika kamu berpegang teguh
kepada keduanya niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu
al-Quran dan Sunnah Rasul saw.” (HR. At-Tirmizi).
Untuk memahami
dan mengamalkan ajaran al-Quran dan Sunnah Rasul saw dengan benar maka
diperlukan seperangkat ilmu-ilmu syariat atau ilmu-ilmu syar’i tersebut.
Ilmu syar’i berperan untuk menangkal berbagai penyimpangan dalam
agama seperti ajaran sesat, syirik, bid’ah dan khurafat. Sebab, dengan
ilmu syar’i kita dapat memahami syari’at Islam dengan benar sesuai
dengan petunjuk Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan ilmu syar’i kita dapat
bertauhid kepada Allah dengan benar dan mengetahui akidah yang benar.
Begitu pula dengan ilmu syar’i kita dapat mengetahui hal-hal yang dapat
membatalkan tauhid dan keimanan kita. Tanpa ilmu, seseorang akan mudah
terjerumus ke dalam kesesatan.
Selain itu, dengan ilmu syar’i kita dapat beribadah dengan benar
yaitu sesuai dengan sunnah (petunjuk) Rasul saw sehingga ibadah kita
diterima. Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Sesungguhnya amal yang dikerjakan
dengan ikhlas tapi tidak benar tidak akan diterima, begitu pula jika
amal itu benar namun tidak ikhlas (juga tidak diterima). Suatu amal baru
akan diterima bila dikerjakan dengan ikhlas dan benar. Ikhlas itu
berarti mengerjakan suatu amal hanya karena Allah, dan benar itu
berarti sesuai dengan Sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi Wassalam.”
Bahkan, untuk berdakwah sekalipun kita wajib berilmu. Berdakwah tanpa
ilmu sama saja menebar kesesatan di tengah masyarakat. Maka, ilmu
syar’i menjadi syarat utama bagi seorang da’i untuk berdakwah agar
dakwahnya benar dan diterima, sebagaimana firman Allah Subhanahu
Wata’ala, “Katakanlah, inilah jalanku yang lurus, aku mengajak
menusia kepada Allah atas dasar ilmu yang aku lakukan beserta
pengikutku...” (QS: Yusuf: 108).
Oleh karena itu, kebutuhan manusia terhadap ilmu syar’i sangat
mendesak, sama halnya seperti kebutuhan manusia terhadap makanan dan
minuman. Tanpa makan dan minum, manusia tidak dapat hidup. Begitu pula
dengan ilmu syar’i. Tanpa ilmu syar’i manusia tidak dapat membedakan
mana yang benar dan yang salah, yang petunjuk dan yang sesat serta yang
diperintah dan yang dilarang. Maka, ilmu itu adalah cahaya. Maknanya,
ilmu itu petunjuk dan penerang hidup manusia, baik urusan dunia maupun
akhirat, agar tidak tersesat.
Penulis adalah Dosen Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry, kandidat
doktor (Ph.D) Fiqh dan & Ushul Fiqh, International Islamic
University Malaysia (IIUM)
Sumber : Hidayatullah.com
Posted By : PKS Beringin DS
Senin, 24 September 2012
Senin, 24 September 2012
Fenomena Aliran Sesat dan Bencana Kebodohan
3:34 PM
Unknown